Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah masalah kesehatan serius di beberapa tempat di Indonesia. Selama pandemi Covid-19, jumlah penderita DBD dilaporkan terus meningkat. Kematian juga masih terus terjadi.
Ini menjadi tantangan tersendiri di tengah upaya pengendalian pandemi Covid-19. Untuk menekan penyebaran dan penularan DBD, The World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta yang dikomandani oleh Profesor Adi Utarini dari UGM melakukan penelitian pengendalian virus dengue menggunakan nyamuk Aedes Aegypti.
Nyamuk penyebab DBD itu telah berbakteri Wolbachia. Peneliti yang akrab disapa Profesor Uut ini menjelaskan, Wolbachia adalah bakteri yang dapat tumbuh alami di serangga, terutama nyamuk, kecuali nyamuk Aedes Aegypti.
Uut menjelaskan, bakteri Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue. Apabila ada nyamuk Aedes Aegypti menghisap darah yang mengandung virus dengue akan resisten, sehingga tidak akan menyebar ke dalam tubuh manusia.
Uji coba penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Monitoring dilakukan oleh perawat dan peneliti untuk melihat efektivitas bakteri Wolbachia terhadap penyebaran virus dengue.
Hasilnya, kata Uut, Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77%. Intervensi ini, lanjut Uut, jauh lebih efektif dibandingkan pemberian vaksin dengue. Dari segi pembiayaan juga lebih murah.
"Penelitian WMP Yogyakarta sudah menghasilkan bukti bahwa di wilayah yang kita sebari nyamuk angka denguenya menurun 77,1% dan angka hospitalization karena dengue berkurang 86,1%. Intervensi ini efektivitasnya lebih bagus daripada vaksin dengue," ujar Uut.
Selain efisien dan efektif, ia memastikan Wolbachia aman. Gigitannya tidak akan berdampak terhadap kesehatan manusia. Rencananya, uji coba terus diperluas.
Uut berharap inovasi teknologi Wolbachia bisa diadaptasi sebagai program nasional untuk menurunkan penyebaran dengue di Indonesia. "Jadi ini merupakan salah satu inovasi yang harapannya bisa menguatkan program pengendalian dengue di Indonesia agar masyarakat bisa terhindar dari dengue," ujar Uut.
Uut menjelaskan, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus, seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Karena efektivitasnya itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin secara khusus ke Yogyakarta menemui Profesor Uut. "Saya ke sini mau belajar bagaimana menurunkan prevalensi dengue dengan cara mengontrol nyamuknya, bukan menghilangkan, tapi membuat nyamuknya tidak menularkan virus lagi," kata Budi Gunadi saat meninjau Laboratorium Etomologi WMP Yogyakarta, Jumat (22/7).
Renggut nyawa 432 orang
Warga yang terjangkit dan meninggal karena DBD masih tinggi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah kasus warga yang terjangkit DBD di mencapai 45.387 kasus sepanjang 2022. Dari jumlah itu 432 di antaranya meninggal.
Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Tiffany Tiara Pakasi menjelaskan, puluhan ribu kasus DBD itu dilaporkan terjadi di 449 kabupaten/kota di Indonesia. Sementara ratusan kasus kematian akibat DBD terjadi di 162 kabupaten/kota.
"Penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan dan ancaman serius di sejumlah wilayah di Indonesia. Pasalnya penyakit ini tidak hanya berdampak terhadap sektor kesehatan, namun juga sektor sosial dan ekonomi masyarakat," kata Tiffany dikutip dari situs resmi Kemenkes, 16 Juni 2022.
Tiffany menjelaskan, 10 provinsi lain dengan temuan insidence rate DBD (jumlah kasus DBD per 100.000) tertinggi. Yakni Provinsi Bali, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, dan DI Yogyakarta.