Yang membuat boneka beruang terasa nyaman
Boneka beruang, yang biasanya terbuat dari kain dan diisi bahan lembut, seperti kapas atau serat sintetis, kerap digemari anak-anak atau orang dewasa sebagai “mainan” untuk dipeluk atau “teman tidur”. Boneka beruang dinilai memberikan kenyamanan bagi si pemiliknya. Boneka beruang berbagai ukuran, warna, dan jenis kerap kali diberikan sebagai hadiah untuk menyampaikan kasih sayang.
PsyPost menulis, boneka beruang diproduksi dari awal abad ke-20. Saat itu, boneka beruang telah menjadi objek yang “nyaman” dan koleksi favorit, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.
Istilah “boneka beruang” atau “teddy bear” diperkirakan berasal dari kartun berjudul “Drawing the Line in Mississippi”, yang diterbitkan di Washington Post pada 1902. Kartun itu menggambarkan Presiden Amerika Serikat Theodore “Teddy” Roosevelt menolak menembak bayi beruang hitam.
“Setelah kartun itu diterbitkan, boneka beruang buatan tangan dibuat dan dengan cepat terjual habis, memicu lonjakan produksi Teddy’s Bears di Amerika Serikat,” tulis PsyPost.
“Seiring berjalannya waktu, boneka beruang mendapatkan popularitas sebagai mainan di seluruh dunia.”
Bagi anak-anak, boneka beruang bermanfaat sebagai sumber jaminan saat mereka bertransisi menjadi lebih mandiri dari orang tuanya. Menyentuh boneka beruang juga memungkinkan anak-anak yang merasa dikucilkan menjadi lebih prososial dalam interaksi mereka dengan anak-anak lain. Bahkan, boneka beruang dijadikan objek oleh psikolog.
“Psikolog pada 1950-an beralih ke boneka beruang untuk melihat bagaimana anak-anak memperlakukan boneka beruang untuk mengatasi perasaan tidak aman atau takut,” tulis Discover Magazine.
“Dalam beberapa tahun terakhir, boneka beruang untuk membantu anak-anak yang mengalami trauma atau ketakutan dalam merespons situasi yang menjengkelkan.”
Pentingnya kehadiran boneka beruang itu, terutama dalam memberikan rasa nyaman, mendorong para peneliti asal Prancis ingin menemukan jawaban mengapa seseorang memiliki ikatan emosional dengan boneka beruang.
Penelitian itu terbit di The Journal of Positive Psychology Volume 19, 2024. The Star menulis, penelitian tersebut dilakukan pada 2019 pada 13 kota di Prancis, yang terdiri dari 1.000 peserta—yang diikutkan akhirnya 395 peserta—berusia tiga hingga 72 tahun. Sebanyak 60% peserta adalah perempuan, berusia anak-anak dan remaja. Usia rata-rata adalah 18 tahun.
“Eksperimen kolaboratif ini tediri dari peserta yang membawa ratusan boneka beruang. Peserta mengisi kuesioner yang menanyakan tentang ciri-ciri khusus boneka beruang mereka—seperti kelembutan saat disentuh, penampilannya, dan lain-lain,” tulis The Star.
“Para peserta kemudian diminta membandingkan kekuatan kenyamanan boneka beruang mereka dengan delapan boneka beruang lainnya. Tindakan itu diulangi beberapa kali berturut-turut dan kemudian ilakukan kembali dengan beruang lain yang tak diketahui peserta.”
PsyPost menulis, peserta diajak berinteraksi dengan boneka beruang, memotretnya di studio foto yang didirikan para peneliti, mengukur sifat-sifatnya, dan menilai daya tarik inderanya—misalnya daya tarik visual atau kualitas sentuhan.
“Hasil penelitian menunjukkan, tidak ada karakteristik visual boneka beruang yang berkorelasi dengan skor kenyamanan mereka,” tulis PsyPost.
“Saat menilai kenyamanan boneka beruang milik orang lain, faktor yang paling signifikan adalah kelembutan, panjang bulu, bau, volume tubuh, dan daya tarik visual.”
Boneka beruang yang punya mulut tersenyum milik orang lain dianggap sedikit lebih memberikan kenyamanan dibandingkan boneka beruang yang tak tersenyum. Discover Magazine menulis, para peserta ditanyai beruang mana yang kemungkinan besar akan mereka peluk jika mereka merasa sedih atau takut, yaitu beruang milik mereka sendiri (atau yang dipinjamkan), beruang standar, atau beruang asing.
Secara umum, peserta merasa boneka beruang milik mereka sendiri jauh lebih nyaman dibandingkan boneka beruang milik orang lain atau boneka beruang standar yang disediakan peneliti.
“Kesimpulannya, kekuatan kenyamanan boneka beruang pertama-tama terletak pada ikatan emosional (yang diamati melalui efek kepemilikan), dan kedua pada kombinasi karakteristik visual, penciuman, dan khususnya kinestetik,” tulis para penulis penelitian.
Melansir Discover Magazine, penelitian ini juga menemukan, peserta menilai boneka beruang yang lebih besar lebih nyaman. Jenis bulu juga penting. Boneka beruang yang lebih lembut dianggap lebih nyaman dibandingkan beruang yang berbulu kasar.
“Boneka beruang adalah objek transisi, memberikan kenyamanan dan keamanan dengan menggantikan figur keterikatan, sehingga memungkinkan untuk mengelola stres dengan lebih baik,” kata para peneliti, dikutip dari The Star.
Dikutip dari The Star, para peneliti menyatakan, hasil penelitian tak bergantung pada usia peserta. Artinya, persepsi kenyamanan boneka beruang tak berubah sepanjang hidup.
“Penelitian ini membuka jalan yang menjanjikan untuk mempelajari fungsi psikologis individu berkat boneka beruang, yang terpenting juga, penelitian ini menunjukkan suatu bentuk kekuatan kenyamanan mereka yang dapat memperluas daftar manfaatnya, misalnya di sekolah, rumah sakit, tempat kerja, atau dalam situasi krisis,” kata salah satu peneliti, Thierry Brassac, seperti dikutip dari The Star.
The Star menulis, keterikatan seseorang pada boneka binatang, salah satunya beruang, juga bisa menjelaskan banyak hal tentang representasi binatang di masyarakat dan pikiran kita. “Pertanyaan tentang hubungan dengan makhluk hidup melalui boneka binatang bukanlah hal yang sepele. Ini menimbulkan banyak pertanyaan dan diskusi tentang psikologi kita, serta hubungan kita dengan alam dan makhluk hidup,” ujar peneliti lainnya, Anee-Sophie Tribot kepada GoodPlanet Mag, seperti dikutip dari The Star.
Tribot menekankan pentingnya peran boneka binatang dalam menghubungkan anak-anak dengan alam, serta menyarankan untuk memperluas jangkauan mainan dan boneka binatang ke spektrum yang lebih luas ketimbang boneka beruang, harimau, atau singa. Misalnya, dengan fokus pada burung, ikan, dan serangga.
Hal ini merupakan gagasan yang telah dimanfaatkan beberapa organisasi yang mengadvokasi pertahanan lingkungan. Pada 2017, LSM Sea Shepherd meluncurkan koleksi mainan mewah Pollytoys yang terinspirasi oleh kehidupan laut.
“Kampanye tersebut menyarankan agar boneka binatang yang menggemaskan ini dapat digunakan oleh para pendidik untuk membantu membangun kesadaran di kalangan anak-anak tentang masalah sampah yang ditinggalkan manusia di pantai dan ditelah oleh hewan-hewan tersebut,” tulis The Star.