Pengangkatan Abdee Slank sebagai komisaris PT Telkom Tbk menambah panjang daftar kontroversi dan perdebatan soal komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tak hanya sekadar alasan kriteria dan mengapa Abdee Slank yang dipilih. Isu pengelolaan BUMN yang profesional pun menjadi pertanyaan besar.
Sekjen Transparency International (TI) Indonesia Danang Widoyoko mengatakan bahwa BUMN masih rawan intervensi kepentingan politik. Ini salah satunya terlihat dari penelitian TI tentang latar belakang komisaris BUMN yang didominasi oleh kalangan non-profesional.
Hingga Maret 2021 saat penelitian dilakukan, dari sebanyak 482 komisaris BUMN 51,66% berasal dari birokrasi, 14,73% dari kalangan politisi, aparat militer 6,02%, aparat penegak hukum 5,81% dan jabatan strategis 4,15%.
Jabatan strategis merujuk pada komisaris dengan latar belakang mantan menteri, eks pimpinan badan dan komisi negara serta jabatan tinggi negara lainnya. Sedangkan aparat penegak hukum terdiri dari jaksa (16 orang) dan polisi (12 orang).
Adapun sejumlah kementerian yang menempatkan personelnya sebagai komisaris BUMN, Danang Widoyoko menunjukkan Kemenkeu dan Kementerian BUMN paling banyak menempatkan pejabatnya sebagai komisaris BUMN. Sedangkan politisi meliputi relawan pendukung Presiden, aktivis partai politik dan anggota Ormas.
"Itu kan bukan profesional, soal politik pada akhirnya," ujar Danang kepada Alinea.id, Kamis (24/6).
Berikut ini sejumlah nama terpilih komisaris BUMN yang menjadi perbincangan publik.
Alinea.id mengulas kontroversi pemilihan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam artikel ini.