Pada 24 Mei 2022 lalu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan resmi menerapkan aturan DMO dan DPO kepada para produsen minyak sawit dan turunannya. Langkah ini menyusul pembukaan kembali ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) dan produk turunannya setelah sebelumnya sempat ditutup karena harga minyak goreng nasional terus melambung.
Celakanya, petani sawit justru megap-megap. Harga TBS terus merosot. Dua pekan lalu, 1 kilogram (kg) TBS sawit dihargai sebesar Rp1.400-Rp2.000 oleh rata-rata PKS. Harga tersebut masih lebih rendah ketimbang harga yang telah ditetapkan oleh Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Provinsi Bengkulu yang senilai Rp1.942,94 per kg, dengan harga terendah Rp1.666,30 per kg dan tertinggi Rp2.219,58 per kg, serta toleransi sebesar 5% menjadi Rp1.845,79 per kg.
Tidak hanya itu, harga jual tersebut juga terkoreksi cukup dalam dari harga rata-rata bulan Mei yang telah disepakati dalam Rapat Koordinasi dan Penetapan Harga Tandan Buah Segar, yakni senilai Rp2.675 per kg.
“Setelah itu, harga (TBS) terus turun bahkan sempat mencapai harga terendahnya pada 24 Juni kemarin. Itu rata-rata PKS cuma membeli dengan harga Rp700 bahkan ada yang lebih rendah,” cerita Jon Simamora, , kepada Alinea.id, Rabu (29/6).
Alinea.id mengulas derita petani sawit akibat kejatuhan harga kelapa sawit dalam artikel ini.