Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dalam putusannya, MK menegaskan pemilu serentak konstitusional.
Namun demikian, MK juga memaparkan enam desain pemilu serentak yang bisa dipilih dan disepakati pemerintah dan DPR. Semua desain pemilu serentak mewajibkan agar pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara bersamaan. Adapun pemilihan anggota DPRD, gubernur, serta wali kota dan bupati diperbolehkan digelar pada waktu berbeda.
Meskipun ditolak, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, Perludem tetap mengapresiasi putusan MK. Menurut dia, di dalam pertimbangan hukumnya, MK memberikan fondasi dan batasan yang sangat kuat terhadap sistem penyelenggaraan pemilu serentak ke depan.
"Permohonan kami ditolak, tapi kami bahagia dalam putusan ini. Karena MK mengamini argumen dan permohonan Perludem," kata Titi saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Senin (2/3).
Dengan putusan itu, menurut Titi, perdebatan mengenai perlu atau tidaknya pemilu digelar serentak bergeser menjadi pembahasan mengenai model pemilu serentak mana yang lebih memperkuat kedaulatan rakyat, sistem presidensial, dan integritas demokrasi Indonesia ke depan.
"Pemilu DPRD, DPD dan presiden tidak boleh dilaksanakan terpisah. Misalnya ada PDI-P, Golkar, Demokrat, PAN yang mewacanakan ada pileg terpisah dengan pilpres. Maka, dengan putusan ini, diskursus itu berakhir. Memisahkan pemilu DPR, DPD, dan pemilu presiden tidak bisa lagi jadi pilihan pembuat undang-undang," ujar Titi.