close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Buzzer dibutuhkan politisi untuk membuat opini publik. Alinea.id/Oky Diaz.
icon caption
Buzzer dibutuhkan politisi untuk membuat opini publik. Alinea.id/Oky Diaz.
Infografis
Selasa, 15 Oktober 2019 21:00

Fakta-fakta buzzer Indonesia

Di musim politik, buzzer sangat dibutuhkan untuk memoles kandidat menjadi baik di mata publik.
swipe

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad melihat, secara historis strategi buzzer sudah digunakan saat Pilgub DKI Jakarta pada 2012. Karena efektif, menurutnya, cara itu dilakukan kembali ketika Pilgub DKI Jakarta 2017, Pilpres 2014, dan Pilpres 2019.

Nyarwi menganalisis, ada empat faktor yang membuat buzzer tumbuh subur saat musim politik. Pertama, adanya pertarungan politik yang hanya ada dua kandidat. Kedua, dimainkan di wilayah yang masih kuat isu agama dan etnis. Ketiga, ada persaingan antarkandidat yang selisih elektabilitasnya sangat tipis.

“Keempat, buzzer tumbuh di masyarakat yang memiliki literasi politik rendah terhadap media sosial,” kata Nyarwi saat dihubungi, Selasa (15/10).

Nyarwi mengatakan, cara-cara buzzer memiliki risiko yang sangat besar. Sebab, bukan tidak mungkin buzzer dijadikan senjata untuk menyerang pribadi seseorang, dengan tujuan mematikan karakter orang tersebut.

Buzzer di Indonesia bekerja menggunakan Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp. Alinea.id/Oky Diaz.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan