Saat ini, konsep pernikahan ramah lingkungan atau eco-friendly wedding memang tengah digandrungi masyarakat. Utamanya para pegiat lingkungan dan kawula muda yang sudah mulai paham akan pentingnya menjaga bumi. Hal ini sejalan dengan semakin seriusnya permasalahan sampah di tanah air.
Pada 2021 saja, volume sampah nasional diperkirakan sebanyak 68,5 juta ton dengan didominasi oleh sampah sisa makanan dan plastik. Total volume timbulan sampah itu jauh lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 67,8 juta ton.
Sementara yang menjadi sumber sampah terbesar, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ialah sampah rumah tangga, yang mana setiap tahunnya dapat berkontribusi hingga 40% dari total timbulan sampah yang ada.
Namun nyatanya, rumah tangga bukan satu-satunya produsen sampah terbesar Indonesia, karena masih ada sampah dari sisa acara hajatan, seperti lamaran, pernikahan, acara syukuran, perayaan ulang tahun, dan masih banyak lainnya. Menurut Founder Eco-Wedding Anjar Ningtias, di Jabodetabek setidaknya ada ribuan hajatan pernikahan dan lamaran yang digelar setiap minggunya.
Padahal, dari setiap acara setidaknya ada 35% makanan yang terbuang sia-sia, 35% sampah sisa dekorasi, 15% sampah souvenir, dan 15% sampah undangan. “Belum lagi dari jejak karbon (carbon foot print-red) yang dihasilkan dari transportasi yang digunakan, entah itu untuk ngangkut makanan, dekorasi atau lainnya,” jelasnya, saat dihubungi Alinea.id, Senin (16/5).
Alinea.id mengulas prospek bisnis pernikahan berkonsep ramah lingkungan di sini.