Dunia buku dan penerbitan terpukul keras oleh pandemi Covid-19. Menurut Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman, banyak toko buku dan perusahaan penerbit yang gulung tikar karena menurunnya minat masayrakat membeli buku selama pandemi.
"Ada (penerbit) yang sudah tidak lagi menerbitkan buku. Ada juga yang memang email dan nomor teleponnya sudah tidak aktif lagi," jelas Hilman saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Senin (12/2).
Kenyataan pahit itu, kata Hilman, sudah terpetakan lewat survei yang digelar Ikapi pada April 2020. Menurut hasil survei terhadap 100 penerbit di berbagai daerah itu, Ikapi menemukan sebanyak 58,2% penerbit mengalami penurunan penjualan melebihi 50% dari biasanya.
Selain, itu sebanyak 29,6% penerbit mengaku mengalami penurunan penjualan antara 31%-50% dan sebanyak 8,2% penerbit lainnya turun penjualannya di kisaran 10% sampai 30%. Hanya 4,1% yang melaporkan kondisi penjualan relatif sama dengan hari-hari biasa.
Daya tahan perusahaan juga direkam dalam survei itu. Hasilnya, 60,2% penerbit menyatakan hanya sanggup menggaji karyawan mereka selama 3 bulan, 25,5% menyatakan bisa bertahan selama 3-6 bulan dan sebanyak 9,2% penerbit menyatakan bisa bertahan selama 6-9 bulan. Sisanya atau 5,1% menyatakan bisa bertahan antara 9 bulan sampai 1 tahun.
"Intinya butuh insentif yang menunjang penjualan buku. Sebenernya yang penting penerbit bisa jualan. Persoalannya, begitu mau jualan, kami berhadapan dengan pembajakan. Pembajakan itu sangat besar soalnya dan sangat serius sekali," ujar Hilman.