Nama Kompol Rossa Purbo Bekti mendadak tenar setelah Ketua KPK Firli Bahuri ngotot memulangkannya ke Polri. Meskipun masa tugas penyidik KPK dari Polri itu sejatinya baru berakhir pada September 2020, Firli berkukuh menyingkirkan Rossa dari Gedung Merah Putih.
Sumber Alinea.id di KPK menyebut ada kepentingan politik yang melatarbelakangi tersingkirnya Rossa. Penyidik yang wajahnya tak pernah terekam kamera wartawan itu ditengarai sempat berupaya menangkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto.
"Rossa itu bukan siapa-siapa. F (Firli) pun enggak kenal. Dia baru kenal ketika tahu Rossa yang (mau) nangkap. Mau nangkap Hasto," kata sumber tersebut saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, pekan lalu.
Dalam kasus suap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU Wahyu Setiawan, staf Hasto terlibat sebagai penyalur uang dari politikus PDI-P Harun Masiku ke Wahyu. Suap itu untuk memuluskan pergantian antarwaktu (PAW) Harun sebagai anggota DPR.
Hasto disebut mengetahui praktik lancung itu. Pasalnya, sebagian duit suap mengalir ke kas sekretariat DPP PDI-P. Saat Wahyu ditangkap pada 8 Januari lalu, Hasto pun ternyata tengah diburu tim KPK. Namun, Hasto berlindung di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Pemulangan Rossa menjadi ladang gosip di kalangan pegawai KPK. Pasalnya, Polri dua kali menolak pemulangan Rossa lewat surat yang ditandatangani Wakapolri Gatot Eddy Purnomo. Proses pemulangan Rossa, lanjut sumber Alinea.id, juga bahan omongan lantaran diputuskan tanpa melibatkan empat komisioner lainnya.
"Pimpinan lainnya hanya pelengkap F. Itulah sebabnya pegawai kaget. Bukankah pimpinan kolektif kolegial? Di (kalangan) pegawai ini jadi pembicaraan hangat. Mengapa F (Firli) seolah-olah melawan Mabes?" kata dia.