Sejak pertengahan tahun lalu, pemerintah telah gencar menggembar-gemborkan kebijakan penangkapan ikan terukur untuk mewujudkan ekonomi biru Indonesia. Penangkapan ikan terukur sendiri merupakan kebijakan pemerintah untuk penangkapan ikan berdasarkan kuota dan zonasi. Kebijakan ini juga merupakan satu dari tiga fase utama yang dilakukan pemerintah dalam transformasi tata kelola perikanan nasional.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menjaga ekosistem perairan sekaligus juga bisa mendongkrak ekonomi kelautan. Caranya, dengan memaksimalkan potensi perikanan nasional dan terus meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sumber daya perikanan.
Bagaimana tidak, dengan kebijakan ini Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono memperkirakan akan terjadi perputaran uang hingga Rp281 triliun per tahun. Selain itu, jika efektif, kebijakan yang rencananya bakal dilakukan Maret ini bakal menyumbang PNBP hingga Rp3 triliun. Jumlah ini jelas lebih besar dari target PNBP sektor kelautan yang sebesar Rp1,6 triliun.
“Ini itung-itungan kami dari sisi perikanan tangkap,” kata Plt. Direktur Perizinan dan Kenelayanan Ditjen Perikanan Tangkap KKP Mochamad Idnilah, saat dihubungi Alinea.id, Jumat (4/3).
Alinea.id mengulas kebijakan penangkapan terukur yang dinilai bakal merugikan nelayan tradisional dalam artikel ini.