Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana mengeluarkan fatwa untuk pinjaman online, khususnya yang ilegal. Ini dilakukan sebagai tindak lanjut maraknya dampak buruk pinjaman online di tengah masyarakat.
MUI sebenarnya sudah merilis Tinjauan Fatwa DSN No.117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Fintech Berdasarkan Prinsip Syariah. Ketua Dakwah MUI Cholil Nafis menjelaskan aturan itu menjadi pedoman terkait pinjaman online yang berkonsep syariah.
"Di situ ada penjelasan tidak ada riba, tidak ada gharar, dan tidak ada maysir, termasuk menjaga kerahasiaan dan keadaban," jelas Cholil dalam diskusi terkait pinjaman online yang digelar InfoBank secara virtual, Jumat (3/9).
Lebih lanjut, Cholil menjelaskan, MUI membagi pinjol ke dalam tiga kategori. Pertama pinjaman online yang konotasinya adalah riba di mana pemberi pinjaman bersifat seperti rentenir. Misalnya dengan menawarkan pinjaman Rp1 juta namun hanya mencairkan Rp800 ribu. Ditambah lagi, bunga-bunga utang yang membebani peminjam.
"Kedua, ada pinjol yang legal secara perundang-undangan," sambungnya.
MUI membagi kategori kedua ini dalam dua bentuk juga yakni pinjaman legal syariah dan legal non-syariah. Pinjaman online ketiga yaitu fintech lending berbasis syariah. Platform ini dipastikan sesuai dengan prinsip syariah karena diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional MUI.
Bagi fintech P2P lending konvensional yang resmi ini, Cholil menegaskan MUI tidak menghalalkan maupun mengatakan pinjaman tersebut haram.
Alinea.id mengulas rencana fatwa pinjol dan upaya untuk memberantasnya dalam artikel ini.