Novelis Salman Rushdie diserang saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi yang digelar di Institute Chautauqua, New York, Jumat (12/8). Setidaknya sembilan kali Rushdie ditusuk sang penyerang. Agen buku Rushdie menyebut sebelah mata sang penulis kemungkinan buta akibat penusukan itu.
Penyerang Rushdie bernama Hadi Matar. Ia berusia 24 tahun dan tinggal Fairview, New Jersey. Kedua orang tuanya adalah imigran dari Lebanon. Dari akun media sosialnya, Matar ditengarai pengagum Garda Revolusi Iran dan simpatisan kelompok esktremis Shiah.
Matar ditengarai tengah berupaya mewujudkan fatwa pemimpin spiritual Iran Ayatullah Khomeini yang diumumkan ke publik sekitar 36 tahun yang lalu. Dalam fatwa itu, Khomeini menginstruksikan agar Rushdie dibunuh karena dianggap menghina agama Islam.
Fatwa itu resmi dirilis pada 14 Februari 1989, bertepatan dengan hari Valentine. Setahun sebelumnya, Rushdie merilis karya bertajuk Satanic Verse. Novel itu memicu gelombang protes dari kalangan umat Muslim di berbagai belahan dunia. Fatwa Khomeini merupakan respons terhadap eksistensi Satanic Verse.
Judul buku itu merujuk pada "tradisi yang diperdebatkan" yang menyebut Muhammad (Mahound dalam Satanic Verse) menambahkan ayat-ayat pada Quran yang mengamini eksistensi tiga dewa yang biasanya dipuja rakyat Mekah.
Menurut legenda, Muhammad lantas mencabut ayat-ayat itu, menyebut iblis yang menggoda dia untuk mengucapkan isi ayat-ayat itu untuk mencegah Mekah bergejolak. Namun, menurut narator dalam Satanic Verses, ayat-ayat itu ternyata keluar dari mulut Malaikat Jibril.
Sejak fatwa tersebut dirilis, Rushdie berada dalam pelarian. Selama bertahun-tahun, Rushdie tak bisa pulang ke Pakistan, tempat orang tuanya tinggal. Ia bersembunyi di Inggris selama 9 tahun sebelum pindah ke AS pada awal 2000.