Kenaikan harga gas nonsubsidi mempengaruhi konsumen bermigrasi ke gas melon atau gas subsidi 3 kilogram (kg). Aksi ini semakin banyak dilakukan, tak hanya oleh sebagian besar masyarakat mampu. Berbagai alasan digunakan, mulai dari menghemat pengeluaran rumah tangga hingga untuk modal berusaha.
Kondisi ini tak ayal membuat gas melon yang notabene adalah gas bersubsidi untuk masyarakat miskin jadi primadona di tengah konsumen elpiji 12 kg dan Bright gas. Harga murah adalah satu-satunya alasan gas melon menjadi incaran. Pada hari harga gas elpiji nonsubsidi dinaikkan, harga elpiji 3 kg masih ada di kisaran Rp21.000. Sedangkan harga elpiji 3 kg perdana dibanderol di kisaran Rp155.000.
“Setelah ada berita kenaikan harga gas nonsubsidi itu, khususnya yang buat penjualan gas 12 kg, mereka sebenarnya enggak banyak protes. Tapi langsung beli yang 3 kg. Ada yang beli tabung baru, ada yang cuma isi ulangnya aja,” kata salah seorang agen penjualan gas di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan Setianto, kepada Alinea.id, Kamis (6/1).
Melihat migrasi yang dilakukan oleh konsumen gas nonsubsidi ke gas melon, pihaknya mengaku tak bisa berbuat apa-apa. Padahal, dia sadar sepenuhnya bahwa gas subsidi diperuntukkan bagi warga miskin.
“Kalau banyak yang pindah ke yang 3 kg saya juga cuma bisa melayani kayak biasa saja. Kan mereka juga pembeli saya. Jadi ya bisa apa?,” imbuhnya.
Alinea.id mengulas migrasi konsumen gas nonsubsidi ke gas melon demi penghematan dalam artikel ini.