Bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), membeli rumah benar-benar sebuah impian yang semakin sulit untuk digapai. Bagaimana tidak, untuk membeli rumah, persyaratan yang harus dipenuhi cukup banyak, dengan uang muka dan cicilan yang sulit dipenuhi.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ( PUPR) Eko Djoeli Heripoerwanto memastikan program pembiayaan perumahan Subsidi Selisih Bunga (SSB) pada tahun 2020 dihentikan. Tak pelak cicilan yang awalnya tak menguras kantong, kini bakal menjadi semakin menyesakkan dada.
Saat bersamaan, program pembangunan rumah untuk MBR, semakin jauh panggang dari api. Capaiannya tak mampu mengurang backlog alias selisih jumlah kebutuhan dengan pasokan rumah.
Bagi karyawan swasta, PNS, TNI/Polri, mungkin lebih mudah untuk mendapatkan rumah murah. Sebaliknya, bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal, seperti ojek online hingga pedagang kaki lima, tentu akan terganjal di pembiayaan perbankan.
Sebenarnya, pemerintah sudah berupaya sekuat tenaga untuk memenuhi rumah murah. Bank Indonesia (BI) sudah melonggarkan loan to value (LTV) sehingga uang muka (down payment/DP) tak lagi mencekik, hingga menurunkan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate (DRRR) agar bunga cicilan juga turun.
Pengembang juga sudah diwajibkan untuk membangun rumah 1-2-3. Artinya, saat pengembang membangun satu rumah mewah, developer juga harus memenuhi dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana.
Faktanya, itu sulit dipenuhi oleh developer. Jika dipenuhi pun, lokasi rumah sederhana bersubsidi akan berada di lokasi entah barentah alias sangat jauh dari perkotaan.
Di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaan juga telah melakukan kerja sama dengan dua bank pelat merah, yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. alias BTN dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. alias BNI.
BPJS memberikan subsidi uang muka cukup 1% dan subsidi bunga tetap hanya BI Rate ditambah 3% sepanjang tenor. Namun, saat ini hanya tersisa kerja sama dengan BTN saja.
Akan tetapi bagi konsumen, untuk memiliki rumah rumah, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, setelah mencari rumah yang cocok, harga --yang tentu terus melambung-- masuk di kantong, memenuhi setumpuk berkas persyaratan, hingga menunggu persetujuan perbankan, barulah konsumen bisa bernafas lega.
Lantas jika kondisi demikian, bagaimana generasi milenial dan MBR bisa memiliki rumah? Kenali rincian FLPP dan skema subsidi yang ditawarkan pemerintah.