Mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN sempat disoroti oleh Presiden Jokowi saat memberikan arahan kepada para Direktur Utama BUMN tahun 2021 silam. Meski ada upaya proteksi atau pengamanan terhadap BUMN yang kondisi keuangannya sakit, Jokowi tak ingin PMN terus diberikan.
"Kalau yang lalu-lalu BUMN-BUMN-nya terlalu keseringan kita proteksi, sakit tambahi PMN, sakit suntik PMN. Maaf, terlalu enak sekali," ujarnya.
Dana segar PMN untuk BUMN memang terbilang besar. Tercatat PMN BUMN, pada tahun 2021 mencapai Rp71,2 triliun, naik dibanding 2020 yang sebesar Rp31,3 triliun. PMN BUMN kemudian turun pada tahun 2022 yakni terealisasi sebesar Rp39,7 triliun dan kembali melonjak pada 2023.
Tahun ini, Menteri BUMN Erick Thohir mengajukan penyertaan modal negara (PMN) untuk tambahan investasi dan operasional 10 BUMN pada tahun depan. Total PMN yang diajukan sebesar Rp 57,9 triliun. Namun, untuk tambahan PMN yang seharusnya untuk 2023 sebesar Rp24 triliun belum termasuk dari anggaran di atas. Menurutnya, presiden sudah merestui tambahan PMN 2023 ini dan akan di-refer ke anggaran PMN 2024.
Alokasi PMN untuk BUMN pun banyak mendapat kritik dari berbagai pihak. Salah satunya, dari Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Bidang Ekonomi Keuangan Ecky Awal Mucharam. Sejak awal, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berada di luar pemerintahan sudah mengkritisi nilai PMN untuk BUMN yang semakin membesar dari tahun ke tahun. Ecky Awal Mucharam menilai sebagai satu-satunya oposisi, fraksi PKS selalu ‘kalah’ dalam proses penyusunan APBN.
“Hal yang paling dikritisi PKS dan akhirnya kalah adalah ketidakterbukaan proses pengajuan APBN, enggak ada representasi rakyat dari DPR,” ungkapnya dalam sesi Focus Group Discussion (FGD) "Penyertaan Modal Negara Ke BUMN, Untuk Siapa?", Rabu (12/7).
Alinea.id mengulas suntikan PMN yang sangat besar demi proyek penugasan dari pemerintah dalam artikel ini.