"Jiika sampai waktunya istri saya akan tidur untuk selama-lamanya, maka jangan diperlihatkan monitor denyut jantungnya kepada saya. Saya takut menjadi histeris sedih. Tolong hindari itu," tutur Bacharuddin Jusuf Habibie, di hadapan tim dokter, Dr.Steinbeck, Dr.Bruns, dan Dr.Zwissler yang merawat Ainun.
Saat itu, Jumat 21 Mei 2010 sekitar pukul 11.00 pagi, Habibie tengah menemui ketiga dokter itu untuk membicarakan mengenai keadaan Ainun.
Malam itu, dokter mengizinkannya untuk tidur di kamar Ainun dirawat. Sabtu, 22 Mei 2010 pukul 17.30 waktu Muenchen, Ainun dengan tenang dan damai akhirnya pergi untuk selama-lamanya.
Detik-detik itu masih terpatri kuat dalam ingatan Habibie hingga sanggup menceritakannya kembali dalam buku Habibie & Ainun (2010). Buku itu ditulis Habibie sebagai salah satu terapi untuk mengobati kerinduan, rasa tiba-tiba kehilangan seseorang yang selama 48 tahun 10 hari hidup bersama.
Dalam tayangan Mata Najwa di Metro TV, Juni 2016, Habibie bertutur, ingin dikuburkan di samping makam Ainun jika meninggal.
"Saya tahu Ainun di kavling 121 di TMP Kalibata. Di kavling 120 kosong, itu tempat saya nanti," kata Habibie.
Permintaan itu kini terkabul. Habibie yang tutup usia pada Rabu (8/11) petang akhirnya kembali bersanding dengan Ainun di TMP Kalibata. Sesuai keinginan Habibie, kavling 121 untuk Ainun dan kavling 120 untuknya.
Habibie meninggal di usia 83 tahun. Pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan itu meninggal akibat penyakit yang dideritanya.