Berbeda dengan nasabah bank atau leasing, nasabah pinjol memang belum mendapat kepastian adanya relaksasi atau keringanan utang di tengah pendemi. Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot menjelaskan, perusahaan Fintech peer to peer lending merupakan platform yang mempertemukan antara pemberi dan penerima pinjaman. Dengan begitu, platform fintech itu sendiri tak bertindak sebagai pemberi pinjaman seperti halnya di industri perbankan atau pembiayaan.
Hal ini menyebabkan perusahaan Fintech P2PL tak memiliki kewenangan untuk melakukan restrukturisasi kredit. Kewenangan untuk memberi keringanan pinjaman sepenuhnya ada di tangan pemberi pinjaman (lender). Untuk hal ini, OJK pun sudah meminta platform-platform P2P lending menyusun restrukturisasi kredit ala pinjol.
“OJK meminta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk mendorong anggotanya, yakni perusahaan Fintech P2PL, agar memberikan perhatian yang serius dalam rangka meringankan beban penerima pinjaman yang menghadapi masalah keuangan akibat wabah Covid-19,” tulisnya melalui pesan singkat, Kamis (23/4).
Menanggapi hal ini, Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede mengatakan, restrukturisasi dapat terlaksana apabila disetujui oleh pemberi pinjaman dan disepakati oleh peminjam. Masing-masing platform dapat memfasilitasi permohonan pengajuan restrukturisasi. Adapun prosedur dan mekanismenya diserahkan kepada masing-masing penyelenggara.
“Peminjam harus membuktikan dia benar-benar terdampak Covid-19 yang tidak memiliki kemampuan pembayaran setelah jatuh tempo dan peminjam masih memliki sumber pendapatan dan memiliki itikad baik menyelesaikan kewajibannya,” terangnya dalam konferensi pers, Senin (20/4).