Di tengah pandemi Covid-19, DPR dan pemerintah kembali menggulirkan wacana membahas dan mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, kali ini DPR tak satu suara mendukung wacana tersebut.
Suara penolakan, misalnya, datang dari Demokrat, NasDem, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Politikus Demokrat Didik Mukrianto menilai tak elok jika revisi KUHP dibahas saat Indonesia tengah dibekap pandemi.
"Seharusnya DPR mengutamakan dulu keselamatan masyarakat. Tunda dulu pembahasan UU termasuk RUU KUHP hingga Indonesia terbebas dari Covid-19," ucapnya kepada Alinea.id, Minggu (5/4).
Menurut dia, draf revisi KUHP masih membutuhkan sosialisasi dan uji publik yang lebih luas supaya tidak terus diselimuti kontroversi. Ia memandang sulit melibatkan publik dalam pembahasan dalam situasi saat ini.
"RKUHP ini kehadirannya sangat dibutuhkan saat sekarang dan ke depan, bukan hanya sebagai upaya dekolonialisasi, tapi juga sebagai ikhtiar membangun criminal justice system yang baik untuk bangsa ini. Untuk itu, dukungan masyarakat dan legitimasi publik menjadi faktor penting pengesahan RUU KUHP ini," kata dia.
Kepada Alinea.id, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, langkah DPR menggulirkan kembali rencana membahas KUHP di tengah pandemi sebagai upaya mengurangi resistensi publik.
"Cara ini sudah tidak sesuai dengan mandat konstitusi di mana diisyaratkan harus ada partisipasi publik, keterbukaan, dan keterlibatan masyarakat. Ini benar-benar keterlaluan. Di saat kita fokus membahas Covid-19, ini malah membahas UU yang mengandung resistensi," ujar dia.