close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
icon caption
Infografis
Rabu, 14 Februari 2018 01:29

Tokoh nasional yang terinspirasi dari Multatuli

Pembukaan Museum Multatuli pada Minggu (11/2) dibanjiri pengunjung. Nama Multatuli sendiri di kancah perjuangan nasional, cukup insipiratif.
swipe

Pembukaan Museum Multatuli di Rangkasbitung pada Minggu (11/2) dibanjiri pengunjung. Tak hanya dari turis lokal, tapi internasional. Nama besar Multatuli dinilai Iti Octavia menjadi magnet yang akan menarik wisatawan. Bahkan di kancah perjuangan nasional, ia tergolong sosok yang inspiratif.

Multatuli adalah nama pena dari Eduard Douwes Dekker, Asisten Wedana Lebak di era kolonialisme Belanda. Kendati merupakan sosok Belanda totok, namun pria kelahiran Amsterdam, 2 Maret 1820 ini memiliki empati terhadap kemiskinan dan penderitaan yang dialami warga Lebak. Ia menjadi saksi sejarah, di mana praktik pemerasan bupati setempat terhadap rakyat justru dimafhumkan.

Kesaksiannya ini lantas dituangkan dalam novelnya yang bertajuk ‘Max Havelaar’ (1860) yang dibuatnya dalam waktu sebulan di sebuah losmen di Belgia. “Sebelum novel ini terbit, orang-orang Hindia Belanda tidak menyadari bahwa mereka sedang dijajah,” tutur Bonnie. Sementara, tiap hari hasil panen kopi warga diperas bupati lewat sistem tanam paksa. Kemiskinan yang menjerat warga Lebak akibat pemerasan inilah yang membuat daerah ini menjadi daerah tertinggal.

‘Max Havelaar’ menjadi tonggak gerakan anti kolonialisme pertama, yang tak urung mengusik Pemerintahan Hindia Belanda saat itu. “Politik etis atau balas budi akhirnya digulirkan, sebagai respon atas penderitaan rakyat yang ditulis Multatuli. Rakyat jadi punya kesempatan untuk mengenyam bangku sekolah yang didirikan Hindia Belanda,” imbuh Bonnie. Yang menarik, ujarnya, Multatuli sendiri dari awal tak memproyeksikan karyanya sebagai perjuangan anti kolonialisme. “Ia hanya mencari formula kolonialisme yang berkeadilan dan lebih humanis,” tuturnya.

Namun siapa nyana, efek dari ‘Max Havelaar’ justru mengilhami sejumlah tokoh nasional termasuk Soekarno, RA Kartini, Tan Malaka, WS Rendra, bahkan tokoh Filiphina Jose Rizal dalam mengenali penjajahan. Di Belanda, karya Multatuli dianggap sebagai karya penting yang mempelopori gaya penulisan baru.

img
Purnama Ayu Rizky
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan