close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pemerintah mempercepat kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Alinea.id/Oky Diaz.
icon caption
Pemerintah mempercepat kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Alinea.id/Oky Diaz.
Infografis
Senin, 16 September 2019 21:32

Tujuan pemerintah larang ekspor bijih nikel

Pemerintah mempercepat kebijakan melarang ekspor bijih nikel, yang semua akan dilakukan pada 2022.
swipe

Percepatan larangan kebijakan ekspor nikel dianggap bisa mengancam perusahaan gulung tikar karena arus keuangan yang terganggu. Misalnya saja terkait perbedaan harga jual ekspor dan domestik.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey, harga jual nikel ekspor lebih mahal, sekitar US$20 hingga US$25 per ton dibandingkan dengan pasar lokal.

Hal ini tentu saja bisa menguras pendapatan perusahaan, yang kemungkinan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Tak cuma itu, kebijakan ini juga mengganggu investasi perusahaan penambang nikel di smelter. Sebab, harga jual tinggi dari ekspor bisa untuk menutup biaya investasi.

Belum lagi soal kutipan yang harus dikeluarkan dari kantong perusahaan tambang. Terdapat perbedaan perlakuan antara perusahaan tambang yang membangun smelter dengan pemilik izin usaha industri (IUI) smelter.

Beberapa komponen yang harus dibayar perusahaan tambang, di antaranya iuran tetap sebesar US$4 per hektare per tahun, royalti bijih sebesar 5%, pajak penghasilan bijih, pajak bumi bangunan galian dan non-galian, jaminan reklamasi sebesar Rp200.000 per hektare, dan tanggung jawab sosial perusahaan 4%. Sementara pemilik IUI smelter tak harus membayar seluruh biaya itu.

Percepatan larangan ekspor bijih tambang dinilai punya dampak positif. Alinea.id/Oky Diaz.

img
Fira Fauziah
Reporter
img
Soraya Novika
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan