close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Suroto
icon caption
Suroto
Kolom
Kamis, 29 Desember 2022 16:51

2023: Puncak kematian koperasi Indonesia? 

Koperasi segmen pasarnya adalah kelompok kelas menengah ke bawah dan akan menghadapi penetrasi bank yang semakin masif.
swipe

Ketika kita ingin memprediksi bagaimana kondisi koperasi di tanah air tahun mendatang, kita dapat menganalisanya dari kondisi realitas koperasi hari ini dan ditambah dengan arah kebijakan pemerintah yang akan berdampak pada koperasi di 2023.

Kenapa komponen arah kebijakan pemerintah menjadi begitu penting? Karena di Indonesia ini, soal kebijakan pemerintah itu masih begitu kuat pengaruhnya terhadap masyarakat dan termasuk dunia perkoperasian. Bukan ditentukan oleh masyarakat sendiri. 

Hari ini, koperasi kita secara bisnis masih didominasi oleh usaha di sektor keuangan. Tepatnya keuangan skala mikro. Sektor ini di koperasi masih menyumbang 80% dari kontribusi usaha koperasi secara keseluruhan. 

Secara kelembagaan jumlah koperasi masih begitu besar. Jumlahnya 127 ribuan koperasi. Namun jika ditelisik lebih dalam,  dari jumlah ini sesungguhnya lebih banyak didominasi oleh koperasi papan nama dan juga rentenir baju koperasi. 

Sementara, dari segi kebijakan pemerintah yang sudah dituangkan dalam rencana program dan APBN 2023, terlihat sektor keuangan koperasi sepertinya akan hadapi masalah besar namun sumber masalahnya justru dari pemerintah sendiri.

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang mendominasi usaha sektor keuangan akan berada dalam posisi yang sangat berat. Setidaknya ini dapat kita baca dari rencana kebijakan skema kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pemerintah yang kenaikannya cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

Jika pada 2022, skema outstanding bank penyalur KUR yang tahun sebelumnya hanya Rp360 triliun, akan dinaikan jadi Rp460 triliun. Prosentase subsidi bunga yang akan dinikmati bank juga dinaikkan jadi 13% yang sebelumnya hanya 11% dengan batas bunga pinjaman ke nasabahnya sebesar 4% jadi 3%.

Dari plafon KUR ini, maka bank akan terima subsidi sebesar Rp63 triliun. Belum lagi tambahan subsidi imbal jasa penjaminan jika terjadi kredit macet yang uangnya dibentuk dalam dana penempatan di Jamkrindo dan Askrindo sebagai lembaga penjamin.

Membaca kondisi dan pola kebijakan pemerintah tersebut maka 2023, akan menjadi tahun yang semakin sulit bagi koperasi simpan pinjam. Koperasi segmen pasarnya adalah kelompok kelas menengah ke bawah dan akan menghadapi penetrasi bank yang semakin masif karena begitu banyak dibantu oleh pemerintah. 

KSP terutama, tentu akan hadapi masalah yang semakin kompleks. Mereka akan banyak yang alami masalah outstanding yang jeblok atau sulit menyalurkan pinjaman karena KUR akan masif dimana mana dan non performance laon ( NPL) atau kredit macet yang semakin buruk akibat krisis ekonomi karena pandemi yang mana 2023 diprediksi akan semakin parah. Artinya koperasi kita akan berada dalam kondisi kombinasi yang sangat buruk. 

Di tengah isu koperasi yang semakin rusak oleh koperasi gagal bayar maka koperasi akan semakin kurang diminati masyarakat. Apalagi Kementerian Koperasi dan UKM terlihat getol koar-koar untuk lakukan ekspos soal masalah ini.

2023 sepertinya akan jadi puncak upaya pembunuhan secara sistematik koperasi yang dilakukan oleh pemerintah sendiri sejak dari pertama pemerintah Jokowi meluncurkan program KUR yang terus dinaikkan angka prosentase subsidi, batasan tingkat suku bunga pinjamannya dan juga plafon pinjamanya. Sebagaimana kita tahu, pada 2015 program KUR ini hanya berikan subsidi bunga sebesar 6% dari batasan outstanding sebesar Rp22 triliun, dan batasan penyaluran bunga pinjaman 11%.

Ibarat cawan yang dipanaskan pelan pelan, KSP itu benar benar tidak sadar jika panas air ruam ruam dari bara api yang disulut pemerintah itu perlahan akan melemahkan urat syaraf mereka. Sehingga ketika apinya telah membesar di 2023, koperasi benar benar tak berdaya. Sebab syaraf perlawananya sudah mati.

Koperasi di Indonesia ini memang nasibnya sangat sial. Perkembanganya selalu ditentukan oleh pemerintah, bukan pada masyarakat sendiri. Sebab kita paham, pemerintah itu di negeri penganut sistem kapitalis pinggiran itu kepentinganya adalah layani pemilik bank kapitalis besar ketimbang usaha milik rakyat banyak semacam koperasi. 

img
Suroto
Kolomnis
img
R. Nida Sopiah
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan