Badan panas dingin memikirkan badan hukum BUMN Koperasi
Rasanya pagi ini senang sekali mendapat telpon dari adik saya Sugiarto ketika badan sedang demam. Biasanya adik saya itu saya panggil Gie, atau Thole. Thole adalah panggilan sayang untuk anak laki laki Jawa. Kami sekeluarga memanggil dia, Thole. Sampai sampai waktu kami tinggal di Merauke, Papua, banyak tetangga kami mengira nama adik saya itu Thole. Sehingga semua tetangga kami memanggilnya Thole, ada yang menanggilnya Mas Thole.
Jarang sekali dia telepon. Ketemu juga palingan setahun sekali. Dia pagi ini, tiba-tiba tanya soal ide Koperasikan BUMN yang saya lontarkan di media yang sempat viral. Dia ingin tahu lebih banyak seperti apa konsep dan ide saya itu.
Badan saya yang menggigil sontak jadi semangat. Saya jelaskan dengan gamblang, bahwa ide mengkoperasikan BUMN itu bukan membubarkan BUMN seperti yang diplintir oleh Menteri BUMN.
Ide mengkoperasikan BUMN itu, mengkonversi atau mengubah badan hukum BUMN Perseroan jadi badan hukum Koperasi.
Secara entitas bisnis, tidak ada yang hilang atau dibubarkan. Justru dengan badan hukum BUMN koperasi itu tujuanya untuk memperkuat BUMN, agar karyawannya hidup lebih sejahtera dan pelayanan semakin membaik untuk masyarakat.
Paling penting dari itu semua adalah, dengan perubahan dari badan hukum BUMN basis koperasi akan membuat seluruh rakyat Indonesia dan termasuk seluruh karyawan BUMN itu langsung ikut memiliki BUMN secara langsung saham perusahaan negara tersebut.
Tidak seperti sekarang ini, negara katanya milik rakyat dan berarti BUMN itu milik kita namun kenyataanya kita itu ya hanya memiliki " seakan akan". Malahan kita hanya diperlakukan sebagai " korban " pengerukan keuntungan BUMN.
Maksudnya kalau memang BUMN itu milik kita, seharusnya kan orientasinya jangan mengeruk keuntungan (profit oriented). Harusnya kan yang dikejar itu manfaat (benefit oriented) bagi masyarakat. Kan lucu, kalau namanya mengambil keuntungan dari perusahaan yang kita miliki. Kan namanya mencekik leher sendiri.
Sebut misalnya PT PLN atau PT Pertamina itu menaikan tarif listrik dan BBM setinggi tingginya demi keuntungan BUMN, nah ini kan sama artinya dengan mememilintir leher rakyat yang katanya menjadi pemilik perusahaan. Kan sangat aneh.
Bebeda kalau BUMN itu berbadan hukum koperasi, di mana rakyat semua ikut pegang saham riil BUMN, maka semua rakyat bisa turut membuat pengaruh kebijakan. Apalagi hak suaranya itu setiap orang sama. Presiden, menteri, bahkan komisaris dan direksinya tidak bisa seenak enaknya kelola BUMN.
Presiden dan menteri yang punya hak mutlak dalam pengambilan keputusan itu tidak bisa macam-macam lagi. Tidak bisa seenak-enaknya jual atau bubarkan perusahaan seperti yang terjadi saat ini.
Saya sampaikan informasi ke adik saya Thole, kalau BUMN itu selama kepemimpinan Jokowi dan di bawah menteri BUMN Erick Tohir itu telah jual, mendilusi saham, dan bahkan bubarkan perusahaan BUMN hingga akhir 2024 sebanyak 145 perusahaan dan sekarang tinggal 46 perusahaan.
Dari perusahaan yang tersisa inipun kalau dilihat mereka itu banyak beban utangnya. Utangnya membengkak besar besaran dan secara rasional perusahaan disebut buruk secara rentabilitas. Utang BUMN sekarang ini kurang lebih 8000 trilyun rupiah dari kekayaan sebanyak kurang lebih 10.000 triliun rupiah. Kondisinya sebagian besar rentan terancam gagal bayar.
Nah, begitu gagal bayar apakah karena gejolak ekonomi dunia atau masalah kinerja manajemen maka bisa membuat perusahaan bangkrut. Akhirnya terpaksa dijual dan dimiliki oleh segelintir elite kaya atau bahkan asing. Dan kalau dengan model badan hukum BUMN Perseroan sekarang ini semua keputusan itu mutlak ditangan Presiden dan Menteri BUMN.
Contoh saja BUMN Bank BRI, Bank ini saham milik negaranya tadinya 100%. Lalu 47%-nya sekarang sudah dimiliki publik karena alasan butuh tambahan modal jadi jual saham. Sekarang ini, dari 47% sahamnya itu dimiliki oleh hanya 340.000 orang....dan yang perlu diketahui, 92% dari pemilikan saham yang 47% itu adalah orang asing. Bukan warga negara Indonesia.
Ini untuk BUMN yang dianggap paling bagus. Bagaimana dengan kondisi yang lainya. Kita punya catatan kasus yang belum lama terjadi kan; PT Jiwasraya, PT Garuda yang dikelola ugal ugalan. Rugi puluhan triliun, uang masyarakat bermasalah, dan masih harus jadi beban negara lagi dengan sedot dana talangan dan tambahan modal dari pemerintah yang pasti uangnya dari pajak dari kita juga sebagai rakyat.
Soal kepemilikan model BUMN badan hukum koperasi saya jelaskan lebih lanjut, namanya memiliki itu, ya berarti punya hak kontrol, punya hak atas layanan yang lebih baik, punya hak mendapat manfaat, kalau bukan manfaat profit setidaknya manfaat lainya lah.
Kalau kita jadi pemiliknya langsung dengan model badan hukum BUMN Koperasi kita bisa tuangkan kebijakan agar seluruh perusahaan BUMN itu tidak menggaji buruhnya UMR sekitar 60 juta per tahun untuk Jakarta dan bahkan di-outsourching (alih daya) kan. Sementara gaji dan bonus komisaris dan direksinya ada yang hingga 30 milyar per tahun.
Kalau badan hukum BUMN Koperasi kita juga bisa tuangkan kebijakan agar perusahaan BUMN itu tidak menggusur, mengklaim tanah rakyat, merusak lingkungan, menetapkan tarif BBM, Gas, sembako sembarangan.
Kalau kita ganti badan hukum BUMN Perseroan ke badan hukum koperasi kita bisa minta agar uang yang ada di bank BUMN itu tidak digunakan untuk biayai proyek yang memperkerjakan buruh murah, merusak lingkungan, memperkejakan anak dan lain sebagainya. Kalau kita ganti badan hukum BUMN Korporasi jadi badan hukum BUMN Koperasi itu kita bisa arahkan uang yang ada di bank BUMN itu untuk investasi yang ciptakan banyak pekerjaan untuk anak anak muda. Bukan semau mau mereka seperti sekarang ini.
Jadi badan hukum BUMN Koperasi itu artinya membuat kepemilikan dan kendali rakyat itu riil. Ini juga dapat ketegasan di UUD 1945 pasal 1 ayat 2 yang jelas sebut bahwa kedaulatan atau kekuasaan atas negara itu di tangan rakyat, bukan di tangan presiden apalagi hanya menteri. Mereka semua itu hanya pelayan kita.
Saya tambahkan, menurut UU BUMN yang ada saat ini, disebut di Pasal 9 bahwa BUMN itu hanya berbadan hukum Perseroan dan Perum. Jadi BUMN itu hanya istilah, nama. Tetapi riil bentuk badan hukumnya itu hanya boleh jadi Perseroan atau PT dan atau Perum (Perusahaan Umum).
Perseroan itu badan hukum privat yang diakui negara. Koperasi itu juga salah satu badan hukum privat. Selain badan hukum privat lainya yang diakui negara seperti Yayasan, Perkumpulan. Tetapi secara bisnis yang diakui negara setidaknya ada dua, yaitu perseroan dan koperasi.
Sementara itu, yang namanya Perum atau Perusahaan Umum itu maksudnya perusahaan yang badan hukumnya masih melekat langsung dalam badan hukum publik. Badan hukum publik di Indonesia itu maksudnya adalah Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Saya jelaskan terus, ide saya itu sebetulnya berangkat bukan hanya dari usulan asal asalan. Selama ini saya sudah mengidekan ini sejak lama dan di salah satu bab di buku saya "Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme" yang baru saja saya terbitkan itu juga bahas soal ide ini. Bagaimana mendemokratisasi BUMN melalui badan hukum koperasi.
Entah kenapa, setelah saya jelaskan ke adik saya panjang lebar rasa demam saya tiba tiba hilang. Rasanya menjadi plong. Tetapi dalam hati saya, apalah daya saya kalau hanya saya sendiri, saya berharap banyak orang yang memahami ide saya ini dan bersama sama memperjuangkanya.