#Bantutetanggamu
Dalam wawancaranya dengan televisi CNBC, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishan, yang juga seorang ahli kedokteran menyatakan, corona adalah virus baru berbahaya yang telah menjadi pandemi. Oleh karenanya, persiapan suatu negara lebih ditujukan untuk mengantipasi situasi terburuk dalam jangka panjang. Pandemi ini adalah ujian terkait kualitas layanan kesehatan, standar tata kelola dan modal sosial suatu bangsa.
Cheng, Horby, dan Hayden dalam jurnal medis Lancet (2020) melaporkan, 12 Januari 2020, WHO menamakan virus yang telah menjadi pandemi tersebut sebagai “2019-nCoV”, atau populer dengan sebutan Covid-19. Akhir Desember 2019 klaster pneumonia yang tidak diketahui asalnya dilaporkan oleh Komisi Kesehatan Nasional China (China National Health Commission). 7 Januari 2020, virus corona jenis baru itu kemudian diisolasi. 11 Januari 2020, kasus fatal pertama dilaporkan. Setelah itu 835 kasus dilaporkan di Provinsi Hubei dan 286 kasus dilaporkan di provinsi, kota, atau region administrasi khusus lainnya di 24 Januari 2020. Sebelumnya di 13 Januari, kasus Covid-19 pertama ditemukan di Thailand, 19 Januari kasus pertama ditemukan di Korea Selatan, 16 Januari kasus pertama di Jepang.
Kasus Covid-19 pertama di Singapura adalah turis dari Wuhan didiagnosa 23 Januari 2020. Pemerintah Singapura melakukan serangkaian pengukuran kesehatan masyarakat dengan cepat, termasuk secara agresif melakukan pelacakan kontak (contact tracing), karantina kontak, pembatasan dan peringatan perjalanan, cuti wajib untuk pekerja yang kembali dari China, serta meningkatkan deteksi kasus dan langkah-langkah pencegahan infeksi di klinik dan rumah sakit.
Sejak 7 Januari 2020 sebagai negara dengan kode oranye, penyebaran Covid-19 Singapura dapat dikelola. Di 2 Maret 2020, tercatat 106 kasus terkonfirmasi di Singapura (Hsu, Chia, dan Lim, 2020), dan belum ada yang meninggal. Dua kasus meninggal baru dilaporkan terjadi di 21 Maret 2020, yang salah satunya kasus impor asal Indonesia seorang pria berusia 64 tahun. Pengelolaan Covid-19 tersebut menunjukan handalnya layanan ksehatan publik dan tata kelola di Singapura.
Kehandalan layanan kesehatan publik dan tata kelola Singapura didukung oleh kepercayaan (trust) warga kepada langkah-langkah yang diambil pemerintah. Menurut Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, kepercayan sebagai modal sosial akan sangat membantu. Oleh karena itu modal sosial harus terus dibangun semasa krisis. Ketika orang-orang meragukan apa yang dikatakan pemerintah dan media arus utama, maka masalah besar muncul.
Modal sosial
Pandemi Covid-19 dikelola secara berbeda tiap-tiap negara. Penerapan lockdown di Wuhan, rapid test di Korea Selatan, dan contact tracing di Singapura merepresentasikan ragam dan kualitas penyelenggaraan layanan kesehatan publik dan tata kelola. Apalagi tiap-tiap negara memiliki kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang berbeda-beda.
Sebagai negara kepulauan dengan penduduk terbesar keempat di dunia yang menggunakan sistem politik demokrasi, Indonesia berbeda dari China, Korea Selatan dan Singapura sebagai negara-negara yang telah menunjukkan kemajuan dalam pengelolaan wabah Covid-19. Ini menyebabkan keterlibatan pemerintah, warga, dan para pihak juga menjadi berbeda termasuk modal sosial yang lebih sesuai. Terlepas dari perbedaan tersebut, semua negara memberlakukan protokol umum, yaitu penjarakan dan pembatasan sosial (social disctancing), termasuk Indonesia.
Semenjak pasien positif Covid-19 diumumkan, pemerintah dan banyak pihak mengampanyekan social distancing sampai physical distancing. Bahkan aparat keamanan turun untuk memastikan kampanye tersebut bekerja.
Dalam pengelolaan wabah Covid-19, Indonesia masih berkutat dengan daya dukung layanan kesehatan publik, seperti keterbatasan ruang isolasi, APD dan pendukung lainnya. Indonesia juga masih mencari sistem penyelenggaraan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah mengatasi penyebaran wabah Covid-19.
Di sisi lain, kampanye jaga jarak telah menurunkan mobilitas dan interaksi antar orang dan ruang berdampak negatif kepada beragam aktivitas, khususnya kegiatan ekonomi. Dampak negatif wabah telah menurunkan kemampuan ekonomi masyarakat, khususnya pekerja dengan upah harian (buruh kasar, ART tidak tetap), pedagang kecil (kaki lima), dan pengemudi angkutan umum dan ojek, daring maupun pangkalan.
Banyak dari mereka yang terkonsentrasi di kawasan perkotaan seperti Jabodetabek. Ada kurang lebih 1,25 juta pengemudi ojek daring di Jabodetabek dari total 2,5 juta orang. Jumlah yang besar apabila ditambahkan dengan pekerja upah harian dan pedagang kaki lima. Mereka adalah kelompok yang terdampak langsung dari wabah Covid-19.
Sementara itu, keputusan-keputusan yang diambil pemerintah sejak Presiden Jokowi secara langsung mengumumkan pasien positif Covid-19 di Indonesia, menunjukkan ternyata pemerintah tidak memiliki kapasitas untuk secara simultan menyelenggarakan layanan kesehatan publik mengatasi wabah Covid-19. Kampanye jaga jarak serta dampak negatif karena orang-orang tidak dapat bekerja, daya beli menurun, dan pemerintah juga belum menyampaikan secara nyata kebijakan kompensasi seperti memberikan bantuan/jaminan kepada kelompok terdampak.
Oleh karena itu, warga dan komunitas harus bergerak. Membiarkan pemerintah bergerak sendiri dan berjalan lambat akan memperluas dan memperparah dampak wabah. Apalagi sebagian warga telah pulang ke kampung halaman karena kehilangan pekerjaan. Mereka dapat menularkan virus ke tempat tujuan.
Warga bergerak untuk menghentikan penyebaran virus antar orang di tingkat lingkungan seperti Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) dan di tingkat komunitas seperti lingkungan sekolah. Komunitas sekolah yang terdiri atas siswa, guru dan staf, ternyata juga ada para pedagang makanan dan minuman, yang sudah tidak lagi beraktivitas lebih dari dua minggu sejak semua kegiatan belajar mengajar dialihkan ke rumah. Semua upaya dan kegiatan yang dipilih warga dan komunitas harus fokus untuk mendukung kampanye jaga jarak
Gotong royong adalah modal sosial yang lebih dibutuhkan Indonesia. Berbeda dengan modal sosial yang dibutuhkan Singapura menghadapi Covid-19, gotong royong dapat menjadi nilai dan semangat kerja sama warga untuk menahan dan mengurangi penularan.
Gotong royong di tingkat lingkungan bertujuan untuk memperkuat kampanye jaga jarak, antara lain dengan melakukan (1) karantina lingkungan, (2) membantu warga yang terdampak secara ekonomi, (3) mendukung warga yang sedang melakukan isolasi mandiri, dan (4) membuka komunikasi dengan pihak-pihak yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kesehatan warga.
Modal sosial adalah aset dari modal manusia merujuk kepada norma dan jaringan yang memfasilitasi kerja sama antara orang-orang di dalam atau di luar kelompok. Modal sosial berperan penting dalam pembangunan komunitas. Secara umum modal sosial adalah nilai didapatkan dari interaksi komunitas warga yang bermanfaat untuk mereka dan membawa kemajuan.
Di Indonesia modal sosial adalah gotong royong (mutual aid) yang merupakan upaya bersama dan berbagi tanggung jawab untuk kebutuhan publik di lingkungan. Esensi budaya kerja sama adalah kepercayaan dan visi untuk bekerja bersama-sama, yang selama ini telah berjalan baik di berbagai komunitas anak bangsa. Sebagai aset sosial, gotong royong adalah semacam obat untuk beragam masalah yang dihadapi untuk dipecahkan (Dokhi dkk., 2017).
#Bantutetanggamu
Pilihan memulai gerakan menghambat dan mengurangi penularan covid-19 berbasis Rukun Warga dan komunitas karena mudah diimplementasikan. Bertempat di lingkungan fisik yang berdekatan dengan tetap menjaga protokol kampanye jaga jarak, warga masih bisa berinteraksi dengan aman untuk menyampaikan bantuan kepada tetangga.
Kedekatan hubungan sosial yang telah lama tumbuh memberikan warga cukup informasi untuk mengarahkan bantuan tepat sasaran. Kegiatan bakti sosial, arisan, pengajian, kawinan dan pertemuan harian telah menjadikan mereka kenal baik satu dengan lainnya. Bahkan interaksi untuk memberikan bantuan dapat dilakukan dengan lebih minimal memanfaatkan aplikasi media sosial berbasis telpon seluler. Bantuan yang diberikan dapat berupa uang dan kebutuhan pokok.
“Tetangga” dapat diluaskan maknanya melampaui tempat berbasis lingkungan tempat tinggal. Lingkungan tempat berakvitas lainnya, seperti perkantoran, sekolah dan kampus, juga memiliki tetangga. Para pemilik warung kecil, pedagang makanan dan minuman, satpam, kurir adalah pihak-pihak yang juga dapat dibantu untuk mengurangi penularan. Fokus kegiatan adalah mendukung kegiatan jual beli dengan melakukan pemesanan secara daring atau secara langsung dengan pengamanan maksimal sembari memberikan alat pengaman seperti masker dan hand sanitizer.
Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) menginisiasi gerakan ini dengan meluncurkan tagar #bantutetanggamu melalui akun instagram. Ketua Umum Iluni UI, Andre Rahadian, memulai gerakan tersebut dengan membagikan masker dan hand sanitizer kepada petugas yang masih bekerja di di lingkungan UI Salemba. Seorang alumni UI membagikan fotonya sedang memesan makanan dari layanan ojol. Alumni yang lain membagikan foto sedang memberi makan kucing yang ditinggal majikannya. Ada juga alumni yang memberikan bantuan kepada aparat atau alumni yang membagikan masker dan hand sanitizer untuk tetangga di belakang rumah sembari memesan bakwan sebagai panganan. Ayo, #bantutetanggamu.