Bergumam dengan rektor dan dosen asing
Untuk mewujudkan cita-cita ada perguruan tinggi Indonesia masuk seratus besar perguruan tinggi kelas dunia, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir berinisiatif mengundang rektor dan dosen dari luar negeri untuk memimpin Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Menteri Nasir juga memastikan anggaran untuk menggaji rektor luar negeri ini akan disediakan langsung oleh Pemerintah, tanpa mengurangi anggaran PTN tersebut, dan hal ini juga sudah disetujui Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Presiden Jokowi.
Pemerintah menargetkan pada 2020 sudah ada perguruan tinggi yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri dan pada 2024 jumlahnya ditargetkan meningkat menjadi lima PTN.
Menurut hemat Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), memang lebih baik mengundang rektor dan dosen asing, dari pada mengundang perguruan tinggi asing masuk Indonesia yang sangat ditentang keras oleh seluruh anggota APTISI. Dilihat dari pemanfaatannya perguruan tinggi asing masuk Indonesia lebih banyak masalah yang kompleks, terutama bagi perguruan tinggi swasta.
Untuk mengundang rektor dan dosen sing, perlu banyak merubah peraturan, mulai dari Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, statuta perguruan tinggi dan lain-lain.
Kendati begitu, dalam melaksanakan uji coba rektor asing dosen asing, pemerintah perlu hati-hati, jangan buru-buru tetapi perlu pengkajian dari sana-sini.
Keuntungan rektor dan dosen asing
Ada beberapa hal yang akan menjadi daya tarik dan keuntungan jika Indonesia memiliki rektor dan dosen asing. Pertama, jika memiliki rektor asing dan dosen asing, akan menambah motivasi unsur berkompetisi jauh lebih baik bagi para rektor dan dosen lokal, mereka para rektor dan dosen lokal akan lebih terpacu untuk melakukan berbagai hal agar jauh lebih baik.
Kedua, mengundang rektor dan dosen asing masuk ke Indonesia akan juga menjadikan informasi dan transaksi ilmu pengetahuan yang jauh lebih baik, jika kita mampu menyeleksi mereka secara baik melalui pengalaman masa lalu para calon rektor dan dosen dari negara lain.
Ketiga, perguruan tinggi akan menghasilkan proses tridharma perguruan tinggi jauh lebih baik, jika dipimpin rektor dan dosen asing.
Keempat, Jika rektor dan dosen asing tadi masih berstatus di home best (asal perguruan tinggi) di luar negeri, maka akan menambah lebih baik kolaborasi antar dua negara.
Kelima, rektor dan dosen asing yang memiliki karya-karya ilmiah kelas dunia, akan bisa menaikan karya-karya ilmiah bagi dosen dan mahasiswa Indonesia jika kolaborasinya dimanfaatkan lebih baik.
Keenam, rektor dan dosen asing akan menjadi perantara tautan kolaborasi antar institusi perguruan tinggi dan juga antar dua negara.
Kerugian rektor dan dosen asing
Namun ada beberapa potensi yang merugikan dan harus dicermati jika kita memiliki rektor dan dosen asing, pertama, untuk mendapatkan rektor dan dosen asing berpengalaman dan berkualitas sangat
sulit dan mahal.
Kedua, rektor dan dosen asing berpotensi akan mempengaruhi motivasi para rektor dan dosen lokal jika mereka ternyata tidak sesuai dengan harapan kita. Ketiga, rektor dan dosen asing akan sulit menyesuaikan kondisi pekerjaan dan beban pekerjaan di tempat asal mereka.
Keempat, rektor dan dosen asing akan bermasalah jika bekerja di Indonesia, karena beban menjadi rektor tidak hanya bicara kualitas tridharma perguruan tinggi, tetapi ada juga pekerjaan yang menyangkut masalah “politik titipan rejim (penguasa)”.
Kelima, adakah jaminan rektor dan dosen asing memberikan kontribusi positif terhadap bangsa dan
negara jika mereka memiliki akhlak dan perilaku yang buruk. Keenam, jika salah memilih rektor dan dosen asing selamanya rejim ini akan dicap oleh masyarakat pendidikan dengan predikat buruk, tetapi jika berhasil akan dapat predikat baik juga.
Mencontoh negara lain
Di beberapa negara sudah banyak mempraktekan dosen asing masuk ke satu negara, contoh Malaysia yang mengundang dosen dan guru dari Indonesia di akhir 1960 sampai petengahan tahun 1970an.
Jepang setelah di bom Amerika, lima tahun berikutnya banyak mengundang guru dan dosen berkualitas dari beberapa negara, dan yang sangat fantastis di China sudah hampir lima belas tahun dan setiap tahun mengundang para pakar dan dosen sebanyak 1000 (seribu) dari seluruh dunia, untuk bisa kolaborasi dengan para ahli dan dosen di China. Hasilnya China menguasa teknologi diberbagai bidang.
Satu hal yang menarik China menjadi surga bagi peneliti dan para cendikiawan terbaik dunia karena diberikan fasilitas yang sangat baik, jika mau tinggal dan berkontribusi pada pembangunan negara
China.
Juga Singapura yang mendatangkan rektor asing untuk Nanyang Technological University (NTU) yang baru didirikan pada 1981, namun saat ini sudah masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun.
Tentu masih banyak contoh lain seperti kemajuan Korea Selatan, juga di beberapa negara yang sedang saya kunjungi sekarang, seperti Finlandia, Swedia dan Rusia, tiga negara ini, sangat memperhatikan pendidikan dengan anggaran negara di atas 25% untuk digelontorkan ke pendidikan.
Banyak negara di eropa perguruan tingginya menghasilkan hadiah Nobel, karena sebagian besar negara-negara eropa sangat memerhatikan pengembangan sumber daya manusia, bukan pengembangan fisik, seperti Indonesia belakangan ini.
Jika menilik latar belakang negara-negara maju mereka sangat konsen mengembangkan sumber daya manusia, karena dengan SDM yang berkualitas akan menghasilkan peradaban yang baik juga, dan semoga harapan ini bisa tercapai jika kita mampu memiliki rektor dan dosen asing yang berkualitas dan mampu membawa kebaikan buat pembangunan SDM Indonesia dimasa mendatang.
Terjadi silang pendapat
Seperti biasanya jika ada gagasan yang tidak biasa, masyarakat kita saling berbeda pendapat, hal ini sangat baik dan wajar tinggal para pemegang kebijakan harus menyadari. Ini semua karena kecintaan pada NKRI, sehingga perlu diserap dan direnungkan secara mendalam, sehingga keputusan apakah mau ambil rektor dan dosen asing, betul-betul sudah dikaji secara baik dan holistik. Sehingga menguntungkan masyarakat bangsa dan negara di masa mendatang.