

Bongkar pasang ‘sopir’ BULOG

Kurang lebih dalam 14 bulan terakhir terjadi pergantian direktur utama (dirut) BULOG tiga kali. Pergantian pucuk pimpinan itu dibarengi perombakan di level direksi. Pergantian direksi dalam waktu relatif pendek, di satu sisi, menyiratkan ada hal yang hendak dicapai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai wakil pemerintah. Akan tetapi, pergantian direksi dalam waktu pendek juga memunculkan tanda tanya: Apa yang sesungguhnya terjadi? Benarkah direksi yang dipilih tidak mampu mengemban tugas yang diberikan? Atau ada perubahan orientasi, sehingga direksi yang telah ditunjuk perlu “disegarkan” pula.
Pertama, Bayu Krisnamurthi ditunjuk sebagai Dirut BULOG 1 Desember 2023. Ia menggantikan Budi Waseso yang menduduki posisi itu sejak 27 April 2018. Bersama Bayu ada posisi direksi baru: Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan. Posisi ini diemban oleh Sonya Mamoriska, promosi dari internal BULOG. Kementerian BUMN memberikan sejumlah mandat kepada Bayu, salah satunya adalah mentransformasi BULOG. Berbagai langkah transformasi dilakukan sejak awal Bayu menjabat.
Dengan menggandeng McKinsey sebagai konsultan, BULOG dirancang menjadi pemimpin rantai pasok pangan tepercaya dengan memberikan layanan terbaik untuk kesejahteraan warga melalui tiga pilar: leading PSO vehicle, supply chain 4.0 backbone, dan commercial growth engine. Talenta-talenta muda diberikan kepercayaan memimpin organisasi. Lalu, jejaring BULOG ke kementerian atau lembaga dan ke dunia internasional dirajut kembali. Ini guna mengembalikan jejaring yang luas seperti BULOG di masa lalu.
Transformasi ini mengalami disrupsi seiring pergantian pucuk pimpinan BULOG. Bongkar pasang kedua ini ditandai dengan penunjukkan Wahyu Suparyono sebagai dirut BULOG menggantikan Bayu Krisnamurthi, 9 Sepember 2024. Wahyu yang sebelumnya Dirut Asabri itu bukan “orang baru” di BULOG. Wahyu pernah menjabat Direktur SDM BULOG pada 2015-2017. Bersama Wahyu ditunjuk juga Sudarsono Hardjosoekarto sebagai Direktur Human Capital dan Marga Taufiq sebagai Wakil Direktur Utama Perum BULOG. Sementara posisi Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan dihapus.
Seiring tiadanya penugasan impor beras pada tahun ini kepada BULOG, BUMN ini ditargetkan menyerap beras produksi domestik sebanyak 3 juta ton sampai April 2025. Ini tugas yang tidak mudah. Karena harus menyerap 0,75 juta ton beras per bulan. Sejak BULOG berdiri tahun 1967, sepanjang yang saya tahu, belum pernah BULOG menyerap beras bulanan dari produksi domestik dalam jumlah sebesar itu. Karena pentingnya tugas ini, maka pada 23 Januari 2025 posisi Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik dibelah dua: Direktur Pengadaan dan Direktur Operasional dan Pelayanan Publik.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik tetap dipercayakan ke Mokhamad Suyamto, lalu Direktur Pengadaan diisi dari internal BULOG lewat promosi: Awaludin Iqbal. Juga ada penyesuaian nama Direktur Human Capital menjadi Direktur SDM dan Umum. Pembentukan Direktur Pengadaan, tentu harapannya ‘mesin’ pengadaan BULOG bergerak cepat. Tidak jelas karena apa, belum genap menjabat dua pekan, Awaludin Iqbal dicopot dan digantikan oleh Prihasto Setyanto, mantan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian. Pada saat yang sama, Ketua Dewan Pengawas BULOG yang dijabat Kepala Bapanas setahun terakhir pun dialihkan ke Wakil Menteri Pertanian Sudaryono.
Bongkar pasang ketiga ditandai pergantian Wahyu Suparyono oleh Mayjen TNI Nova Helmy Prasetya, Direktur Keuangan Iryanto Hutagaol oleh eks Anggota dan Wakil Ketua BPK Hendra Susanto, dan Anggota Dewan Pengawas Wicipto Setiadi oleh Komjen Pol. (Purn.) Verdianto Iskandar Bitticaca. Hampir bisa dipastikan bongkar pasang kali ini adalah bagian dari mengubah agar mission possible menyerap beras 3 juta ton jadi possible. Itu ditandai penempatan Nova Helmy, mantan Asisten Teritorial TNI yang memiliki jejaring hingga bintara pembina desa. Saat ini jejaring BULOG ke desa dan petani masih terbatas. Apa bongkar-pasang ini juga terkait ide Menteri Amran Sulaiman agar BULOG di bawah komando Kementerian Pertanian? Wallahua’lam.
Bongkar pasang ini juga membuat rangkaian langkah mentransformasi BULOG sebagai perusahaan umum (perum) jadi badan otonom yang langsung di bawah presiden yang sudah disiapkan sejak lama menjadi kembali tidak jelas kelanjutannya. Dari diskusi intens sejak akhir tahun 2024 diketahui BULOG tidak akan kembali menjadi lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) seperti di era Orde Baru, tapi diubah ke lembaga pemerintah lainnya atau badan hukum publik seperti BPJS, Badan Pengelola Dana Keuangan Haji atau LPS. Langkah transformasi diandaikan bisa berjalan cepat, sehingga keberadaan “BULOG baru” dapat mendukung pencapaian swasembada pangan dan program makan bergizi gratis, dua program andalan Presiden Prabowo Subianto.
Ketika berubah jadi lembaga pemerintah lain atau badan hukum publik, BULOG tidak lagi bersifat korporasi yang harus untung seperti saat ini. BULOG akan sepenuhnya melakukan tugas pelayanan publik (public service obligation/PSO) sebagai kepanjangan tangan negara. BULOG baru bertindak sebagai regulator dan operator sekaligus, alih-alih hanya operator seperti saat ini. Akan tetapi, ketika menjadi lembaga pemerintah lain, harus ada pembubaran BULOG, audit dan pengalihan aset dan SDM, termasuk regulasi perpres yang tak overlap dengan institusi lain. Kala jadi badan hukum publik, keberadaan BULOG harus diatur dalam regulasi selevel undang-undang. Ini memakan waktu.
Apapun “bajunya”, termasuk opsi tidak mengubah lembaga BUMN berbentuk perum saat ini, faktor kunci yang dibutuhkan adalah penguatan. Jangan sampai langkah transformasi mengubah kelembagaan atau “mengubah baju” justru melupakan “isi baju” yang mestinya menjadi perhatian utama. Pada titik inilah penting untuk menelaah secara jernih apa yang membuat BULOG saat ini “lemah”, jika pilihan kata itu bisa disepakati. Mengapa kinerja BULOG jauh dari harapan? Dari telaah mendalam bisa diidentifikasi di mana titik-titik lemah, kemudian diracik opsi-opsi untuk memperkuat BULOG ke depan.
Menyaksikan bongkar pasang pucuk pimpinan BULOG yang demikian intens dalam tempo pendek, jangan-jangan pertanyaan-pertanyaan penguatan BULOG itu tidak lagi diperlukan. Juga tidak lagi relevan. Tidak pada tempatnya juga mempertanyakan bagaimana kelanjutan perubahan kelembagaan BULOG. Justru –mengutip satire seorang kolega—yang amat relevan saat ini adalah pertanyaan: “Kalau BULOG terlalu sering ganti ‘sopir’, yang problem bukan ‘sopir’-nya, bukan mobilnya, tapi pemilik mobilnya”.


Tag Terkait
Berita Terkait
Bulog catat cadangan beras capai 607.655 ton
PR belum tuntas, Budi Waseso jadi Dirut Bulog lagi
Bulog dan PT RNI akan salurkan bansos jelang Ramadan
Pengamat jelaskan alasan penyerapan beras petani oleh Bulog merosot

