Telah 20 tahun kami mengikuti kegiatan-kegiatan Habib Rizieq Shihab (HRS), dan selama itu tak ada satu pun kiprah dan tindakannya yang dapat diklasifikasikan mengancam keutuhan NKRI dan ideologi Pancasila. Sebaliknya, bila dicermati, justru ucapan dan tindakannya sangat tepat untuk digunakan bagi usaha memperkuat moral dan ketahanan bangsa dan negara yang tercinta ini.
Banyak sekali kiprah dan bakti beliau bersama para pengikutnya yang bermanfaat untuk bangsa dan negara, yang dilakukan tanpa pamrih. Semua dilakukannya di luar kedudukan formal dan tanpa dukungan fasilitas negara. Banyak sekali bukti tentang kiprahnya bersama organisasinya di lapangan, yang sangat konstruktif dan bermanfaat secara langsung bagi warga. Beberapa di antaranya adalah:
1. Aksi penyelamatan korban tsunami Aceh (2004), dan penggalangan kerjasama anggota masyarakat untuk membangun kembali Aceh pasca bencana. Warga Aceh mencatat dengan baik fakta ini.
2. Menjadi inisiator aktif di lapangan untuk menengahi para pihak yang bertikai dan mencari solusi dalam rangka upaya penyelesaian konflik horizontal di Poso (1998-2001) dan di Ambon (2002).
3. Berperan aktif sebagai tokoh masyarakat yang membantu aparat keamanan dalam penegakan hukum terhadap pelaku Peristiwa Tanjung Priok, Kampung Melayu, dan langkah penertiban sosial di jatinegara, Kali Jodo, seluruhnya di Jakarta.
4. Melakukan gerakan masif dalam rangka syiar agama untuk membangun toleransi di tengah keberagaman di Nusantara, dan menjadi bagian terpenting dalam aktivitas pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara mandiri oleh organisasi nirlaba.
5. Ketika masyarakat Jakarta menderita karena musibah banjir, HRS pula yang membantu pemerintah dalam menyediakan Posko Banjir bagi warga yang terkena musibah sejak 2014.
Tentu masih banyak kiprah konstruktif HRS lainnya, seperti memotori pertemuan lintas etnis dan agama sejak 2006. Beliau juga inisiator dialog antarumat untuk memperkokoh toleransi beragama, kerjasama antarumat, dan menjaga kebhinekaan di negeri ini.
Ketokohan HRS terbentuk karena berlatar seorang pendidik. Sebelum dikenal luas sebagai pemimpin ormas FPI, beliau antara lain adalah kepala Madrasah Aliyah Jamiatul Khair. Daya kritis beliau merupakan ciri khas seorang yang berkecimpung di lapangan pendidikan.
Sejujurnya, HRS adalah tokoh dari kalangan informal yang menjadi penyeimbang bagi negara dalam menegakkan moral di masyarakat dan aktor negara dalam menyelenggarakan tatanan berbangsa dan bernegara dengan baik dan benar. Tidak ada satu pun bukti yang menunjukkan agenda politik di balik kiprahnya. Bahkan sejak 2004 jutaan warga FPI diberi kebebasan memilih siapapun dalam kontestasi politik, tanpa sekat-sekat keberpihakan.
Dia menjadi guru moral bagi umat yang mencintainya, dan di sisi lain beliau dianggap sebagai aktor yang mengganggu bagi keleluasaan pelaku praktek kebathilan di masyarakat dan negara, sehingga secara ekstrim kerap diasosiasikan sebagai musuh negara.
Suara kebenaran untuk menuntut keadilan yang disuarakannya dengan keras dan lantang dianggap sebagai perbedaan pendapat yang destruktif bagi sekelompok orang yang merasa merepresentasikan negara. Demo dan kritik yang disampaikannya, yang sejatinya sah dalam negara demokrasi, justru dikualifikasikan sebagai merongrong kekuasaan dan kewibawaan politik. Sikap ini disayangkan karena akan memundurkan kualitas demokrasi di negeri ini.
Faktanya, banyak pihak yang gelisah karena kritik dalam dakwah HRS yang selalu disampaikannya dalam bahasa yang lugas, tegas, penuh sindiran yang menyinggung perasaan dan wibawa semu. Namun semua itu bukanlah perbuatan melawan hukum dalam batas koridor konstitusi untuk kebebasan berpendapat di negeri ini.
Keberadaan tokoh sekaliber HRS dalam negeri demokrasi, tentu sangatlah penting untuk menjaga keseimbangan dalam membangun kesejahteraan oleh negara. Beliau adalah aktor non-negara yang memiliki kepedulian yang bersifat evaluatif, konstruktif, dan kritis terhadap penyelenggaraan negara dan kehidupan berbangsa. Seyogyanya aktor-aktor negara justru memberikan respek kepadanya sebagai mitra dialog guna mengoreksi kealpaan dan kelalaian.
Sekali lagi, HRS bukanlah MUSUH NEGARA.
Kecuali oleh sekelompok orang yang menghendaki praktik monopoli, yang merasa terganggu dalam memonopoli sumber daya negeri. Beliau sendiri selalu mendorong penegakan hukum terhadap anggota FPI yang melakukan pelanggaran hukum.
Seandainya pemerintah mau membuka dialog dengan HRS, dipastikan HRS akan membuka diri. Bagaimanapun selama ini HRS selalu bersedia berdialog dengan siapapun. Tentu saja sepanjang tidak ada “pemain”yang menodai upaya baik ini.