close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Direktur Eksekutif Nusantara Centre Yudhie Haryono (kiri) dan Pemimpin RP1. Merdeka Berpikir dan Bertindak PG Slamet Gandhiwidjaja (kanan)
icon caption
Direktur Eksekutif Nusantara Centre Yudhie Haryono (kiri) dan Pemimpin RP1. Merdeka Berpikir dan Bertindak PG Slamet Gandhiwidjaja (kanan)
Kolom
Selasa, 15 Oktober 2024 16:07

Mendorong Prabowo sebagai Bapak Penyehatan Negara

Semoga Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan teamnya memilih praktik patriot sejati pancasilais yang menyehatkan republik kita semua.
swipe

Masih ingat konsep empat sehat lima sempurna dalam pola makan? Konsep ini menekankan pentingnya empat golongan makanan berupa sumber kalori untuk tenaga, protein untuk pembangun, sayur plus buah sumber vitamin, mineral untuk pemeliharaan serta susu sebagai penyempurna.

Dengan konsep ini, masyarakat yang mengonsumsinya sehat dan kuat. Dengan kesehatan prima, mereka bisa belajar, bekerja, berdoa, berwisata, berinovasi dan berinvestasi.

Mewarisi negara yang biasa saja, ada baiknya presiden terpilih Prabowo Subianto segera bekerja cerdas untuk membuatnya melenting mengejar ketertinggalannya dari negeri maju lainnya. Dalam hal ekonomi (kebijakan uang yang adil kepada rakyat dan politik yang waras) dalam rangka mengurangi secara bertahap korupsi-korupsi dan nepotisme, kerja itu disebut "penyehatan negara." Menjadi negara sehat artinya: tak ada KKN, tak ada kemiskinan, tak ada pengangguran dan ketimpangan. 6 posisi cita-cita kita bersama dalam bernegara yang belum terengkuh.

Untuk menjadi negara sehat dan puncak 6 posisi itu, kunci utamanya dua: merealisasikan keadilan dan kesentosaan. Keduanya pasti mimpi, cita-cita serta tujuan tatanan warganegara Indonesia merdeka. Tanpa keduanya, kita tak layak menyebut negara Pancasila, negara Indonesia. Sebaliknya pantas disebut negara swasta, negara predatorian.

Kita tahu, adil artinya sama, menyamakan, setara, setimbang; menjaga hak-hak orang lain; memberikan hak kepada yang berhak menerimanya; sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak; sepatutnya; tidak sewenang-wenang; berpihak kepada yang benar; berpegang teguh pada kebenaran.

Jika keadilan diletakkan dalam perspektif Pancasila sebagai filosofi bangsa dan negara, maka itu merupakan perlakuan yang adil setimbang bagi seluruh Rakyat Indonesia dalam segala bidang yaitu ipoleksosbudhankam. Tanpa pandang bulu, di manapun, kapanpun dan oleh siapapun.

Sedangkan sentosa artinya bebas dari segala penindasan, kejahatan, penjajahan, kesukaran dan bencana; aman dan tenteram; terbebas dari dominasi, kolonialisme lama dan baru, ancaman, tantangan, hambatan, gangguan; sejahtera lahir batin; panjang umur kebahagiaan.

Jika sentosa diletakkan dalam prespektif Pancasila sebagai dasar bangsa dan negara maka kita semua wajib membawa dan menghadirkan keadilan, kemakmuran, kedamaian, keamanan, keterlindungan dan kesentosaan yang dirasakan oleh seluruh Rakyat Indonesia. Tanpa pandang bulu, di manapun, kapanpun dan oleh siapapun.

Mulia dan keren bukan cita-citanya? Tentu. Terlebih, adil dan sentosa ini dalam konteks negara merdeka selalu dihadapkan dengan kata penderitaan. Sebuah keadaan yang tidak normal karena itu prodak penjajahan.

Penderitaan artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan dapat didefinisikan sebagai keadaan menyedihkan yang harus ditanggung oleh seseorang baik sengaja maupun tidak. Dus, merdeka itu artinya bahagia, bebas derita, berdaulat dan mandiri (berdikari).

Dalam sejarahnya, kondisi adil dan sentosa di sebuah negara ternyata hanya bisa hadir jika ditopang oleh warganegara dan pemimpin yang punya lima karakter: berani, jujur, amanah, idealis, dan cerdas. Artinya, tanpa mental dan perilaku berani, jujur, trust, idealis dan cerdas maka tak mungkin hadir keadilan dan kesentosaan. Artinya makin terpenuhi lima kondisi itu maka makin tinggi indeksnya.

Sayangnya kita kini panen sikap dan perilaku sebaliknya: khianat (pengkhianatan), dendam (pendendam), tamak (ketamakan), dengki (kedengkian) dan sombong (kesombongan). Praktis suasana hubungan antarwarganegara kita begitu menyesakkan, terutama atmosfir ekonomi-politik dan hukum terkini. Mereka mempertontonkan saling berkhianat, saling mendendam, saling bertamak-ria, saling berdengki dan saling sombong yang kelewat batas.

Kultur jegal-menjegal itu kini dianggap wajar. Tradisi tidak setia dan selingkuh itu kini trendi. Kelakuan bohong dan menipu itu kini seperti keharusan. Bersikap menusuk dari belakang dan mengadu domba itu ciri kesuksesan. Nyolong, nyopet, nggarong, ngrampok dan ngentit kini dijadikan rukun kekuasaan ekonomi politik dan politisi Indonesia yang merdeka.

Hukum semesta yang bersifat pasti bahwa barang siapa ingkar dan aniaya pada sesama, hakekatnya ia ingkar dan aniaya terhadap diri pribadinya. Ini hukum tabur tuai yang pasti persisi hasilnya. Ini perjalanan hukum alam raya yang tidak tak terbantahkan. Nah, tak ada pilihan bagi Prabowo Subianto harus menghentikan "warisan tradisi tersebut" secara seksama, segera dan secepatnya serta sesingkat-singkatnya.

Di tengah indeks prestasi dalam kenegaraan yang makin minus, kita kini menikmati negara 78 tahun merdeka yang mengalami kedaruratan di mana-mana. Minimal ada lima darurat nasional: 1) Darurat politik, karena kita menghapus konstitusi asli; 2) Darurat ekonomi, karena dicengkeram oligarki yang tamak; 3) Darurat pangan, karena dihabisi elnino dan impor pangan; 4) Darurat pendidikan, karena kita dihempas liberalisasi dan komersialisasi; 5) Darurat budaya, karena kini penetrasi budaya asing begitu hegemonik di semua lini.

Sekelas Prabowo Subianto, seorang jenderal jenius yang menguasai banyak bahasa dan jaringan berkualitas dunia, kaya pikir dan kaya materi dan sebagai presiden terpilih diharapkan  dapat melakukan penyehatan negara untuk 7 (tujuh) hal berikut: 1) Menjadikan kembali Pancasila sebagai sumber bernegara; 2) Mengembalikan konstitusi asli; 3)Memilih pembantu presiden yang jenius, jujur, berani, out of the box dan outward-looking; 4) Menghidupkan kembali GBHN agar semua pembangunan itu terintegrasi dan sambung menyambung; 5) Memutar balik haluan keindonesiaan menjadi ipoleksosbudhankam yang bertuhan, bermanusia, bersemesta secara resiprokal (theo-antro-eco-centris); 6) Mampu mensejahterakan (membagikan uang secara bijak kepada rakyat bukan dalam bentuk fisik) tetapi berupa kebijakan di bidang pendidikan yang normal, kesehatan, keamanan, perumahan dan kenormalan mesin birokrasi sehingga NKRI harga hidup dan Makmur; 7) Enam poin di atas bila dapat dilakukan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan menjadikan legacy sehingga berbangsa dan bernegara setara dalam pergaulan dunia. Presiden Terpilih Prabowo Subianto mampu mengkonekan cahaya atas (teknologi) dengan cahaya bawah (Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam) 

Kita, baik Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Rakyat Indonesia bergotong-royong atasi hal-hal di atas, dipastikan indeks kenegaraan kita pasti top (markotop). Kita akan menuju mercusuar dunia: jadi peradaban martabatif. Semoga Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan teamnya memilih praktik patriot sejati pancasilais yang menyehatkan republik kita semua.

img
Yudhie Haryono
Kolomnis
img
PG Slamet Gandhiwidjaja
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan