close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Khudori
icon caption
Khudori
Kolom
Rabu, 26 Januari 2022 20:27

Meneropong kondisi perberasan 2022

Seperti tahun lalu, kunci produksi beras 2022, amat ditentukan oleh luas tanam periode Oktober 2021-Maret 2022.
swipe

Budi Waseso menepuk dada: tiga tahun memimpin Perum Bulog Indonesia tidak impor beras. Itu disampaikan Direktur Utama Bulog tersebut saat konferensi pers akhir tahun, 28 Desember 2021. Klaim Budi Waseso ini sebenarnya prestasi pemerintah. Tentu Bulog punya andil, terutama untuk menjaga stabilitas stok dan harga beras di pasar. Andil lain adalah mengamankan harga di hulu dengan membeli gabah/beras petani agar tidak jatuh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Kala pandemi, tugas ini tidak mudah.

Menutup tahun 2021, perberasan penuh ‘rapor biru’. Menurut BPS, produksi padi 2021 mencapai 55,27 juta ton GKG (gabah kering giling), setara 31,69 juta ton beras. Produksi ini lebih tinggi 1,14% dari 2020 dan lebih tinggi 1,21% dari 2019. Dikurangi konsumsi 30,03 juta ton, tahun 2021 ada surplus 1,65 juta ton beras. Surplus kian besar, mencapai 10,37 juta ton, jika ditambah akumulasi surplus pada 2020. Beras ini tersebar di rumah tangga, petani, pedagang, penggilingan, dan warga lain. Juga di Bulog 1 juta ton.

Capaian ini patut disyukuri. Sebab, kenaikan produksi terjadi tatkala luas panen menurun 3 tahun beruntun. Luas panen 2021 menurun: dari 10,657 juta hektare (2020) jadi 10,515 juta hektare (2021), turun 1,33%. Produksi padi naik karena ada peningkatan produktivitas: dari 5,128 ton/hektare (2020) menjadi 5,256 ton/hektare (2021) atau naik 2,49%. Capaian ini sekaligus mematahkan rencana impor beras 1 juta ton awal 2021. ‘Rapor biru’ kian komplet karena pada 2021 beras keluar dari biang inflasi. Andil inflasi pangan 2021 memang masih tinggi, 42,24% dari inflasi 1,87%,tapi biangnya bukan beras. 

Bagaimana produksi padi (dan beras) pada 2022? Di perberasan, dalam setahun ada tiga siklus penting. Ini terkait dengan irama tanam serentak yang menghasilkan panen yang ajek: musim panen raya (Februari-Mei dengan 60-65% dari total produksi), panen gadu (Juni-September dengan 25-30% dari total produksi) dan musim paceklik (Oktober-Januari). Panen raya Februari-Mei merupakan hasil tanam periode Nopember-Februari. Demikian pula panen gadu merupakan hasil tanam periode tiga bulan sebelumnya.

Dengan mengikuti siklus ini, perberasan 2022 bisa diteropong lebih jernih. Seperti 2021, tahun ini terjadi La Nina level moderat sampai Februari. La Nina ini sudah mulai dari Nopember tahun lalu. Karena levelnya sama, La Nina tahun ini yang berdurasi lebih pendek diprediksi memiliki dampak yang relatif sama dengan tahun lalu. Selain andil produktivitas, kunci kenaikan produksi padi 2021 adalah keberhasilan membalikkan luas panen pada musim hujan (MH) periode Januari-Juni 2021, hasil luas tanam periode Oktober 2020-Maret 2021. Panen MH 2020 mencapai 5,890 juta hektare (ha) naik jadi 6,013 juta ha pada 2021 atau tumbuh 2,08%. Ini faktor penting capaian produksi 2021. 

Seperti tahun lalu, kunci produksi beras tahun 2022 amat ditentukan oleh luas tanam periode Oktober 2021-Maret 2022. Karena periode tanam ini beririsan dengan La Nina, secara teoritis luas panen berpotensi bertambah. Atau setidaknya sama dengan luas panen MH 2021. Syaratnya, pertama, memastikan infrastruktur yang mengalirkan air, baik sungai, bendungan, drainase, kanal banjir maupun jaringan irigasi, berfungsi baik. Ini untuk memastikan volume hujan yang 20-40% lebih tinggi dari normal bisa dialirkan dan diberi kesempatan mengisi air tanah (akuifer) sebagai cadangan saat musim kemarau. 

Kedua, memastikan ketersediaan semua input produksi, terutama bibit dan pupuk. Kisruh penyaluran pupuk bersubsidi, juga kelangkaan pupuk non-subsidi, yang selalu berulang mesti segera dicarikan solusi. Ketersediaan input produksi yang memadai akan membuat jadwal tanam berlangsung sesuai rencana. Input produksi yang memadai juga memungkinkan menambah luas tanam dan produksi pada 2022, terutama di wilayah kering dan tadah hujan. Terkait dengan ini, yang tidak kalah penting adalah modal kerja. Modal kerja akan menjadi “bahan bakar” yang memastikan petani terus bisa berproduksi.

Ketiga, menyediakan benih unggul padi tahan rendaman, seperti Inpara 1 sampai 10, Inpari 29, dan Inpari 30. Varietas ini tetap hidup meski terendam air dua minggu. Selama ini petani lambat bahkan tidak mengadopsi varietas-varietas ini karena sulit untuk mendapatkannya. Kementan harus memastikan varietas ini ada dalam jumlah cukup saat dibutuhkan. Pada saat yang sama, pemerintah perlu memastikan bantuan mesin pengering (dyer), terutama untuk mengantisipasi panen Januari-Februari 2022 yang beriringan dengan La Nina. Agar terlindungi jika gagal panen, petani harus didorong ikut asuransi.

Beras adalah komoditas amat penting. Jika urusan beras selesai, setengah masalah pangan di negeri ini sudah tertunaikan. Ini terkait posisi beras yang bukan hanya tingkat partisipasinya sempurna di seluruh negeri dan melibatkan 13,15 juta rumah tangga, tapi juga posisinya yang dominan dalam total pengeluaran rumah tangga: mencapai 23%. Jika harga beras naik, jumlah warga miskin pasti bakal membengkak. Makanya, di Indonesia –dan sebagian besar negara di Asia—berkepentingan dengan beras, tidak saja sebagai komoditi upah, tapi juga komoditas politik. Pendek kata, beras merupakan komoditas strategis karena menjadi penopang tripel ketahanan: pangan, ekonomi, dan nasional.

img
Khudori
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan