close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP
icon caption
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP
Kolom
Selasa, 01 Oktober 2024 21:52

Menggali makna kesaktian Pancasila

Pendidikan Pancasila tak boleh berhenti di penghafalan lima sila, namun harus meresap ke dalam hati dan perilaku.
swipe

Hari Kesaktian Pancasila, yang diperingati setiap 1 Oktober, bukan hanya sekadar ritual tahunan, melainkan ajakan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk menyelami kembali makna hakiki dari Pancasila sebagai dasar kehidupan bangsa.

Tragedi kelam 30 September 1965 bukan sekadar catatan sejarah, tetapi pengingat abadi bahwa di tengah ancaman ideologi asing dan konflik politik, Pancasila menjadi tameng yang menjaga keberlangsungan negeri ini.

Lebih dari sekadar seremoni, peringatan ini harus menjadi saat di mana setiap individu memaknai ulang dan menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari, menjadikannya roh yang membimbing langkah bangsa menuju masa depan yang lebih baik.

Nilai-nilai inklusif Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial, adalah pondasi kebangsaan yang menekankan pentingnya penghormatan terhadap keberagaman dan kemanusiaan.

Di tengah derasnya arus globalisasi dan perubahan sosial, tantangan terbesar yang kita hadapi bukan sekadar menjaga Pancasila sebagai hafalan, tetapi memastikan agar "roso" dari Pancasila hidup dalam setiap tindakan kita sebagai warga negara. Nilai-nilai seperti keadilan sosial, penghormatan terhadap sesama, dan gotong royong harus dihadirkan dalam kebijakan pemerintah, interaksi sehari-hari, hingga ranah pendidikan.

Generasi muda, yang kerap terputus dari pemahaman mendalam mengenai sejarah bangsa, perlu dituntun untuk menginternalisasi Pancasila bukan hanya sebagai simbol negara, melainkan sebagai falsafah hidup yang menyatu dengan keseharian mereka.

Pendidikan Pancasila tak boleh berhenti di penghafalan lima sila, namun harus meresap ke dalam hati dan perilaku melalui sikap saling menghargai, kebersamaan, dan kepedulian sosial.

Dengan demikian, memperingati Hari Kesaktian Pancasila bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi menjadi ajang untuk menegaskan bahwa Pancasila tetap relevan di tengah kompleksitas dan dinamika zaman.

Lebih dari itu, Hari Kesaktian Pancasila harus menjadi pengingat bahwa Pancasila adalah ideologi yang inklusif, yang mampu mengakomodasi perbedaan dan menyatukan bangsa. Di tengah tantangan global seperti meningkatnya individualisme, polarisasi politik, hingga ancaman terorisme, nilai-nilai Pancasila harus kembali dihidupkan sebagai kompas moral yang membimbing kita dalam bertindak dan bersikap. Pancasila tidak boleh menjadi konsep kaku yang hanya dihafal dalam teks, tetapi harus menjadi laku hidup yang nyata dalam setiap tindakan kita sebagai warga negara.

Sikap saling menghormati dan keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila harus menjadi fondasi yang kokoh dalam perilaku politik para pemimpin serta interaksi sosial masyarakat. Pancasila tidak hanya menuntut komitmen moral, tetapi juga keberpihakan yang nyata dalam tata kelola pemerintahan-bersih, transparan, dan melayani rakyat. Ketika nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan terwujud dalam kebijakan pemerintah, kepercayaan publik terhadap negara akan semakin kuat. Hal ini menegaskan bahwa Pancasila adalah jawaban yang mampu menjembatani tantangan-tantangan demokrasi modern yang kerap memicu fragmentasi sosial.

Di era teknologi dan digitalisasi, pendidikan nilai-nilai Pancasila juga harus mengalami transformasi. Generasi muda, sebagai tonggak masa depan bangsa, perlu didekatkan pada pemahaman Pancasila yang relevan dengan realitas zaman. Salah satunya melalui media sosial, film pendek, atau narasi-narasi kreatif yang menampilkan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam dunia yang semakin terhubung, Pancasila harus dilihat bukan sekadar sebagai ideologi nasional, tetapi juga sebagai panduan yang relevan untuk menjawab kebutuhan persatuan dalam keberagaman. Ini adalah ajakan untuk menghidupkan kembali semangat kebangsaan yang harmonis, sekaligus merangkul perubahan zaman tanpa meninggalkan identitas bangsa.

Pada akhirnya, pelaksanaan Pancasila bukanlah tugas satu hari, tetapi sebuah perjalanan panjang dalam membentuk karakter bangsa yang kuat. Aktualisasi "Roso Pancasila" dalam kehidupan sehari-hari menjadi bukti kesaktian Pancasila yang sebenarnya sebuah ideologi yang mampu bertahan dan terus relevan, bukan karena dipaksakan, tetapi karena dihidupkan dan dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat.

Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan betapa pentingnya Roso Pancasila yang dirasakan bukan hanya sebagai ideologi negara, tetapi sebagai pedoman moral dalam berinteraksi sosial, politik, dan ekonomi. 

Pancasila mengajarkan kita untuk menghargai kemanusiaan, menjunjung tinggi keadilan, dan merawat persatuan, terutama di tengah masyarakat yang semakin beragam dan kompleks. Kesaktian Pancasila bukan terletak pada doktrin yang dipaksakan, melainkan pada kemampuannya untuk menjiwai setiap tindakan warga negara.

Jika nilai-nilai Pancasila diaktualisasikan dengan konsisten, Indonesia dapat menjadi bangsa yang lebih inklusif, toleran, dan adil. Inklusivitas Pancasila terlihat dalam bagaimana setiap sila memberi ruang bagi semua golongan dan agama untuk hidup berdampingan dengan damai. Di sinilah peran generasi muda sangat penting, sebagai agen perubahan yang tidak hanya menghafal Pancasila, tetapi juga menghidupkan nilai-nilainya dalam perilaku sehari-hari.

Untuk itu, pendidikan Pancasila harus  lebih relevan dan aplikatif. Daripada sekadar menghafal lima sila, generasi muda perlu diajak untuk memahami bagaimana Pancasila dapat menjadi panduan dalam menghadapi isu-isu kontemporer, seperti kesenjangan sosial, hak asasi manusia, dan tantangan globalisasi.

Penanaman nilai Pancasila melalui praktik nyata misalnya melalui kegiatan sosial, diskusi terbuka, dan kreativitas digital akan membuat Pancasila tidak lagi sekadar teks formal, melainkan nilai hidup yang dirasakan. Di tengah derasnya arus ideologi dari luar, tantangan terbesar adalah menjaga agar Pancasila tetap menjadi ideologi pemersatu yang relevan.

Dengan memperingati Hari Kesaktian Pancasila, kita diingatkan kembali bahwa Pancasila bukan sekadar warisan sejarah, tetapi juga solusi hidup yang harus dijalankan. Perjalanan bangsa ini telah membuktikan bahwa Pancasila memiliki daya tahan luar biasa dalam menghadapi berbagai guncangan, baik dari dalam maupun luar. Namun, untuk terus bertahan, Pancasila harus tetap hidup dalam hati dan tindakan setiap warga negara.

Dengan demikian, peringatan Hari Kesaktian Pancasila harus menjadi momen bagi kita untuk tidak hanya merenungi sejarah, tetapi juga menggali makna kesaktian Pancasila sebagai pedoman hidup yang terus relevan. Komitmen untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila harus dirumuskan ulang dengan lebih tegas, agar setiap langkah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selalu berpijak pada prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.

Kesaktian Pancasila bukan hanya terletak pada kemampuannya bertahan dari berbagai tantangan, tetapi pada kemampuannya untuk terus memberikan arah menuju masa depan yang lebih baik dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

img
Benny Susetyo
Kolomnis
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan