Utang BUMN per September 2018 mencapai lebih dari Rp5.271 triliun. Berdasarkan data unaudited atau belum diaudit, di mana utang tersebut meningkat dari 2016 yang jumlahnya Rp2.263 triliun. Ada penambahan sebesar Rp3.008 triliun.
Utang terbesar disumbang oleh BUMN di sektor keuangan dengan nilai Rp 3.311 triliun, dan sektor non keuangan Rp 1.960 triliun.
Bertambahnya utang BUMN tentu akan membawa pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan milik negara tersebut. Terutama terkait likuiditas.
Dengan beban utang yang semakin besar, menuntut adanya peningkatan kemampuan perusahaan untuk menutupi utang jangka pendek. Selain itu, secara keseluruhan, dari pengelolaan operasional perusahaan milik negara, harus ada peningkatan kinerja keuangan. Selain aspek keuangan tentu juga harus bisa memberikan dampak terhadap kemajuan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat.
Risiko
Bertambahnya jumlah utang perusahaan milik negara, tanpa diikuti dengan meningkatnya kinerja keuangan perusahaan, akan menimbulkan risiko. Mulai dari risiko gagal bayar sampai dengan ancaman pailit.
Diantara risiko tersebut, ketika BUMN tidak bisa memenuhi kewajiban utang jatuh tempo, bisa berdampak pada berkurangnya asset. Jikapun tidak terjadi penyitaan asset, maka akan menurunkan nilai perusahaan secara ekonomi. Bukan hanya itu. Lebih jauh lagi bisa berpengaruh pada kemampuan kerja perusahaan akibat berkurangnya asset.
Transparansi
Meningkatnya jumlah utang di BUMN, dalam praktiknya belum disertai dengan transparansi yang memadai. Kementerian BUMN masih kurang transparan dalam melaporkan utangnya. Termasuk bagaimana proyeksi utang BUMN ke depannya.
Kementerian BUMN sejauh ini juga belum cukup transparan dalam hal peran kebijakan. Sejauh ini peran Kementerian baru terlihat hanya sebatas administrasi. Kebijakan yang menjadi acuan arah pengelolaan BUMN termasuk keuangan, sejauh ini masih belum begitu terlihat.
Nampaknya dengan situasi yang ada ini, kinerja kepemimpinan Menteri BUMN patut mendapat sorotan serius. Apakah Menteri BUMN sudah menjalankan peran dan fungsinya sebagaimana visi konstitusi yang mempatkan BUMN sebagai entitas negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selain itu, ditengah kondisi membengkaknya utang BUMN dan lack of transparency, ada hal penting yang mendesak untuk segera dilakukan. Pertama, manajemen masing-masing perusahaan harus membuat evaluasi kinerja perusahaan. Termasuk mengevaluasi seberapa besar utang yang dibuat telah me-leverage kinerja perusahaan milik negara yang bersangkutan. Hasil evaluasi ini harus diikuti dengan necessary action untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Kedua, peran DPR dalam pengawasan harus segera dilakukan. Untuk tujuan pengawasan ini, DPR bisa meminta kepada BPK untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu. Audit untuk mengavaluasi utang BUMN.
Evaluasi itu mencakup penggunaan utang dan seberapa besar utang itu telah me-leverage perusahaan baik secara keuangan maupun kinerja di sektornya. Termasuk melihat seberapa besar kontribusinya dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, DPR juga bisa menggunakan peran legislasi dengan segera membahas revisi UU BUMN. Didalam revisi tersebut, ditegaskan peran BUMN sebagai perpanjangan tangan negara dalam penguasaan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Kemudian menegaskan pula peran BUMN dalam menguasai faktor-faktor produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Termasuk juga menegaskan peran BUMN dalam menjalankan peran pelayanan umum bagi masyarakat. Keseluruhan peran BUMN tersebut harus dipastikan bisa memberikan kontribusi pada penguatan perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Langkah-langkah tersebut mendesak dan penting dilakukan untuk menyelamatkan BUMN dari kebangkrutan dan pengambil-alihan oleh para kreditur. Bagaimanapun, BUMN memiliki peran dan fungsi sentral dalam perekonomian kita.