Adalah suatu kewajaran ketika masyarakat secara individual maupun komunal memiliki cara pandang yang berbeda terhadap jalannya tugas-tugas Kepolisian RI, bergantung dari mana sudut pandangnya. Dari sudut manapun memandangnya sah-sah saja, termasuk sebagai tampilan publikasi di hadapan masyarakat.
Hanya saja manakala terjadi sudut pandang yang tidak didasarkan kepada pengetahuan dan fakta yang benar, bahkan cenderung dibolak-balik tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, dan kemudian itu ditangkap oleh berbagai media mejadi sumber berita, maka akan terjadi pengaburan fakta dengan isu yang sedang di gulirkan. Dan ini menyangkut kepercayaan terhadap kebijakan institusi Polri.
Termasuk jika sejumlah petugas kepolisian melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, multipersepsi pasti selalu ada di masyarakat. Apalagi yang mempersepsikan itu adalah para pihak yang berkaitan, atau pihak yang sangat berkepentingan dengan tujuan besar atas kepentingannya, atas nama apapun, dipastikan terus digulirkan, ditambahi dengan kembangan-kembangan cerita disekitarnya, sebagai bagian strategi berperkarannya untuk memepengaruhi opini masyarakat, dan diharapkan nantinya dapat menekan kinerja petugas.
Kepolisian menurut saya di dalam melaksanakan tugas sangat terikat dengan UU dan peraturan lainnya, termasuk prosedur-prosedur yang harus ditempuh. Pasti ketentuan-ketentuan itu menjadi acuan tugas, baik dalam melayani, melindungi, maupun mengayomi masyarakat, memelihara kamtibmas serta melakukan penegakan hukum.
Meskipun satu atau dua hal masih ada saja secara insidental ada oknum yang berbuat menyimpang, dan tidak mentaati ketentuan. Kalau benar terjadi penyimpangan justru akan membelenggu oknum petugas itu sendiri dan berpengaruh terhadap citra institusi kepolisian, dihadapan hukum dan publik. Namun kejadian seperti ini menurut saya parsial, dan sektoral, tidak dapat menjadi ukuran atau simbol secara umum institusi keamanan ini.
Sebagai contoh ketika kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan seorang tokok agama, yang diduga telah melakukan tindak pidana tertentu. Maka di situ ada cara pandang masyarakat bahwa kepolisian mengkriminalisasi agama. Padahal tidak ada hubungan dengan agama tertentu.
Contoh yang lain, ketika kepolisian melaksanakan penyelidikan dan penyidikan tokoh politik, maka timbul isu sangat santer bahwa kepolisian telah mengkriminalisasi politisi. Contoh yang lainnya, ketika seorang melaporkan sebuah peristiwa diduga terjadi perbuatan pidana yang faktanya berhimpitan antara pidana dan perdata kepada kepolisian.
Pihak pelapor berpendapat bahwa kasus tersebut adalah perbuatan pidana. Demikian sebaliknya ketika pihak yang dilaporkan berdiri sebagai tersangka, maka persepsinya ngotot bahwa hal tersebut adalah perbuatan perdata, sehingga tidak boleh dipersoalkan menjadi perkara pidana karena kepolisian tidak berwenang menangani perkara pidana.
Cara pandang tersebut adalah wajar, dan akan terus ada, sepanjang tugas kepolisian itu ada. Karena memang melihatnya dari sudut masing-masing dan serba multipersepsi. Padahal faktanya adalah sama, hanya ada satu fakta.
Maksudnya, meskipun jumlah buktinya lebih dari satu bukti, dari sudut fakta adalah telah terjadi suatu perbuatan yang diduga melanggar aturan tertentu. Hanya saja yang paling mengkawatirkan adalah ketika salah satu pihak sengaja dengan cara pandangnya itu memviralkan sedemikian rupa, dengan caranya. Seakan polisi mengkriminalisasikan tokoh agama atau tokoh politik, maka munculah tuduhan-tuduhan yang tendensius, tanpa bukti, terhadap kepolisian yang sedang melaksanakan tugas atas nama UU.
Di sinilah letak tantangan profesi kepolisian dalam menghadapi multipersepsi. Ada kalanya tidak kunjung berhenti, perlu ada sedikit ekstra bekerja secara profesional, meski melelahkan, tak perlu menghindar atau berkelit menepis, meskipun terlihat ada pembingkaian tertentu, jawabanya adalah berkerja profesional.
Ada sisi yang harus transparan untuk dijelaskan, sebagai pertanggung jawaban kinerja. Ada sisi yang tidak perlu di jawab, karena terikat dengan sistem perlindungan hukum terhadap tersangka, saksi-saksi, bukti-bukti termasuk juga perlindungan hukum terhadap petugas yang melaksanakan tugas kedinasan.