

Munculnya pagar laut: Bukti konkret daya rusak UU Omnibus Law

Pemagaran laut yang menjadi isu kontroversial saat ini, menurut sebagian pakar merupakan tindakan melanggar hukum dan prinsip pengelolaan sumber daya pesisir yang berkelanjutan.
Kasus ini, tidak hanya mencerminkan masalah pelanggaran hukum, tetapi juga kegagalan kolektif dalam menjaga kedaulatan kelautan Indonesia, sehingga patut untuk dikaji, dari mana sabab musabab munculnya pagar laut tersebut, karena kemuculan pagar laut yang sangat luas tersebut tidak sertamerta muncul secara tiba-tiba, pasti ada alasan yang mendasari, sehingga pihak yang melakukan pemagaran tersebut berani untuk melakukan tindakan pemagaran laut tersebut.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa keberadaan UU Omnibus Law telah banyak menabrak dan menghapus kurang lebih 80 Undang-Undang, salah satunya adalah UU No.32 2014 tentang Kelautan. Pasal 17A menyebutkan bahwa “Dalam hal terdapat kebijakan nasional yang bersifat strategis yang belum terdapat dalam alokasi ruang dan/atau pola ruang dalam rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi, Perizinan berusaha terkait pemanfaatan di laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan oleh pemerintah pusat berdasarkan rencana tata ruang wilayah nasional dan/atau rencana tata ruang laut”.
Sebagai peraturan pelaksana dari ketentuan tersebut maka, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Pada bagian lima, terdapat ketentuan tentang Pemberian Hak untuk Pulau Kecil dan Wilayah Perairan. Pasal 65 ayat 2 PP No. 18 tahun 2021 bunyinya sebagai berikut:
“Pemberian Hak Atas Tanah di wilayah perairan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pagar laut yang muncul di Tangerang dan di beberapa wilayah lain menjadi beralasan secara hukum. Demikian pula dalam hal memberikan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) maupun hak pakai. sebagaimana ketentuan Pasal 3 PP Nomor 18 2021 yang menegaskan bahwa; “Ruang lingkup peraturan pemerintah ini, meliputi: Hak pengelolaan; hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.
Berdasarkan ketentuan di atas dapat dipahami dan diketahui skema daya kerja UU Omnibus Law yang melahirkan pagar laut sebagai berikut:
Pembentukan UU Omnibus law sebagai aturan dasar. Salah satu ketentuan baru tentang pengelolaan laut yang tertuang dalam UU Omnibus Law adalah, jika ada Proyek Stategis Nasional yang belum memiliki ruang maka perizinannya dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat berarti presiden. Sehingga, seandainya Gubernur Jakarta dan Banten melarang, izin tersebut tetap bisa jalan.
Setelah itu, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Salah satu ketentuan dalam PP tersebut mengatur bahwa, hak atas tanah perairan boleh dikeluarkan berdasarkan perizinan dari kementerian terkait dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Hak Pakai. Kemudian diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang kemudahan proyek strategis nasional.
Berdasarkan ketentuan tersebut, kemudian penunjukan PIK 2 sebagai Proyek Strategis Nasional dan diterbitkan HGB perairan di laut utara Tangerang yang pada akhirnya memunculkan pagar laut yang menjadi isu kontriversial saat ini.
Di atas adalah salah satu contoh kasus empiris dari daya kerja Omnibus Law yang merusak tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan tata kelola pemerintahan secara sistimatis, jika saja Onmibus law dan aturan teknisnya masih tetap dibiarkan berlaku, maka aka ada kasus-kasus lain yang muncul secara terus-menerus berkaitan dengan strategi penguasaan aset dan kedaulatan negara oleh kelompok pemilik modal atau oligarki asing.
Oleh karena itu, besar harapan semoga Pemerintahan Prabowo dengan cepat menyadari hal ini, untuk segera mencabut dan menata kembali berbagai peraturan perundang-undangan yang telah diacak-acak oleh keberadaan UU Omnibus Law.


Berita Terkait
Nasib Kades Kohod setelah diperiksa Bareskrim Polri
Komisi II DPR soroti konsep common property dan private property dalam tata kelola pertanahan
UU Ciptaker adalah biang kerok fenomena pagar laut Tangerang
Banjir kerugian Aguan gara-gara pagar laut Tangerang

