Pentingnya kewajiban sebelum bantuan di tengah pandemi
Tidak ada yang siap menghadapi pandemi, namun kita dipaksa untuk siap dalam menghadapi bencana ini. Progres kerja yang baik dalam menanggulangi bencana pandemi yang datang secara tiba-tiba merupakan gambaran kekuatan internal suatu manajemen dalam skala apapun, baik negara, swasta, maupun rumah tangga. Gambaran kekuatan ini merupakan penilaian tersendiri bagi pihak terkait dalam memilih dengan siapa mereka pantas untuk berekonomi di masa depan.
Sikap dermawan pengusaha-pengusaha raksasa patut diacungi jempol di tengah wabah yang sedang melanda. Sudah banyak ditayangkan bagaimana uluran tangan mereka terhadap masyarakat yang terdampak dengan berbagai bantuan langsung maupun tidak langsung, untuk membantu keadaan ekonomi masyarakat kurang mampu maupun bantuan dalam sarana prasarana menghadapi pandemi. Tentu hal tersebut secara tidak langsung membantu melandaikan angka statistik kasus Covid-19 yang terus disiarkan secara rutin.
Namun, yang perlu menjadi perhatian utama di samping kedermawanan adalah bagaimana perusahaan-perusahaan raksasa menyelesaikan kewajibannya, ini yang lebih penting. Perusahaan yang memiliki financial constraint yang cukup lebar secara etis akan mampu membayar kewajiban internalnya, dengan tidak memutus hubungan kerja dengan karyawannya, dan membayar normal gaji serta kewajiban finansial lain yang berhubungan dengan pekerjanya. Operasional produksi perusahaan terus bergulir ditengah wabah yang melanda, menjadi penyangga perekonomian baik mikro dan makro meskipun banyak sektor produksi mengalami pukulan terutama pada sisi demand.
Namun beberapa sektor produksi lainnya justru mengalami kenaikan permintaan seperti industri kimia dan obat-obatan, sektor pertanian, jasa telekomunikasi dan informasi, serta sektor lainnya yang mengisi perilaku konsumsi masyarakat akibat himbauan stay at home.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana perihal penyelesaian kewajiban perusahaan-perusahaan besar tersebut terhadap rekanan eksternalnya (kontraktor) yang notabene pengusaha kecil menengah? Rantai ekonomi dalam aspek ini juga cukup panjang, yang jika kewajiban pembayaran atas hasil kerja pihak eksternal ditangguhkan dan atau mengalami keterlambatan tentu akan memukul pihak ekonomi yang lain beserta rantai produksinya hingga di level bawah.
Pada titik ini, kewajiban tentu harus dikedepankan sebelum memulai kedermawanan. Rekanan pihak eksternal juga memiliki karyawan dan rantai rekanan lain yang harus dilihat secara utuh. Gotong royong ekonomi dari pengusaha besar yang ingin dilanjutkan oleh pengusaha kecil menengah untuk berderma menjadi terhambat karena cashflow mereka sendiri juga terganggu.
Tekanan ekonomi pihak rekanan eksternal dari perusahaan owner pemberi kerja tentu menjadi berlipat ditambah dengan turunnya perekonomian secara nasional. Restrukturisasi kredit yang diputuskan oleh pemerintah terhadap pengusaha kecil menengah terdampak juga belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan harapan debitur, dimana ada beban biaya tambahan yang diberlakukan oleh beberapa lembaga pinjaman, menjadi pilihan yang sulit, yang mau tidak mau debitur mengambil opsi restrukturasi pinjaman dengan alasan berkurangnya pemasukan.
Selain restrukturisasi kredit, adalah hal yang baik jika iuran BPJS Ketenagakerjaan juga ditangguhkan hingga masa pandemi pulih kembali. Pajak penghasilan badan untuk skala pengusaha kecil menengah juga perlu dilakukan penyesuaian karena deviasi laba rugi yang berimbas pada kemampuan bayar perusahaan terdampak. Turunnya harga minyak dunia sejak beberapa pekan yang lalu sudah selayaknya juga disesuaikan pada harga eceran di masyarakat untuk membantu daya beli dan memperkecil biaya produksi jasa angkutan dan transportasi.
Untuk skala pemerintah baik pusat maupun daerah, membantu nafas usaha kecil menengah agar tetap bertahan hidup ditengah masalah pandemi bukanlah merupakan bentuk kedermawanan, namun merupakan kewajiban sebagai amanah konstitusi ditengah pemberlakuan pembatasan sosial yang membatasi ruang gerak mereka dalam mencari nafkah.
Meskipun harus diakui, bahwa penerimaan negara menjadi terganggu ditambah porsi pengeluaran menjadi lebih besar terkait fokus penanganan wabah, baik pada masa proses maupun masa pemulihan ke depan, membesarnya porsi defisit anggaran yang sudah diketok palu merupakan jalan keluar dari sisi legalitas untuk dilanjutkan secara prudent pada tahap keberhasilan implementasinya.
Masalah lainnya seperti soal akurasi data kependudukan yang berdampak pada permasalahan dalam penyaluran bantuan sosial di lapangan, dan rapuhnya ketahanan pangan ditengah banyaknya lahan yang menganggur menjadi catatan penting untuk segera diperbaiki.
Masa pemulihan diharapkan mampu lebih cepat mengakselerasi perekonomian jika kewajiban dalam penanganan terkait wabah dan ekonomi hari ini terlaksana dengan baik hingga ke level bawah. Begitu juga dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang diemban oleh pengusaha skala besar, menengah, dan kecil baik dari sisi internal maupun interaksi eksternalnya akan memangkas durasi pemulihan ekonomi ke arah yang lebih cepat.
Kolaborasi antara pemerintah dan swasta dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya menjadi hal yang urgen untuk ketahanan ekonomi secara makro, disamping besarnya manfaat bantuan yang disalurkan atas nama perusahaan, yayasan, partai politik, maupun individu.