Rangkap jabatan komisaris BUMN
Rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris BUMN kembali menjadi sorotan di tengah sengkarut tata kelola yang masih jauh dari baik.
Beberapa waktu lalu, urgensi posisi wakil menteri (wamen) dan ada wamen yang merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN sempat dipertanyakan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Hakim konstitusi Saldi Isra mempertanyakan, apakah benar posisi wamen ada karena tugas di kementerian berat. Hakim konstitusi ingin mengetahui apa dasar utama sehingga dibutuhkan wamen di sebuah kementerian. Hakim konstitusi juga memepertanyakan dasar hukum apa yang membenarkan wamen itu bisa jadi komisaris?
Saat rapat kerja di Gedung DPR pada Kamis kemarin (20/2/2020), Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam mengkritik kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir soal penempatan dua Wakil Menteri (Wamen) BUMN yakni Budi Gunadi Sadikin dan Kartika Wirjoatmodjo yang menjadi komisaris utama di perusahaan BUMN.
Budi Gunadi adalah Dirut PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang juga menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).
Kartika Wirjoatmodjo, merangkap sebagai Komisaris Utama di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang baru disahkan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BRI 18 Februari. Sebelumnya menjabat sebagai Komut PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan sebelumnya lagi juga menjadi Dirut Bank Mandiri. Selain dua nama itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama PT PLN (Persero).
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, penempatan wamen BUMN di komisaris utama perusahaan pelat merah kurang tepat. Fungsi wakil menteri salah satunya mengawasi kinerja perusahaan BUMN. Fungsi yang sama juga dimiliki oleh para komisaris utama di perusahaan BUMN. Kondisi itu menyebabkan manfaat dari penempatan wamen sebagai komisaris utama di perusahaan BUMN dipertanyakan.
Menanggapi rangkap jabatan ini, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan menghargai regulasi yang ada sepanjang tidak menyalahi. Namun menurutnya sampai hari ini tak ada yang melanggar aturan. Menteri BUMN Erick Thohir juga menjelaskan, perwakilan pemerintah dalam jajaran komisaris perusahaan BUMN bukan kebijakan baru. Selain itu, Kementerian BUMN juga pasti memasukkan komisaris independen untuk mewakili publik.
Konflik kepentingan dan korupsi
Hasil kajian Ombudsman Republik Indonesia, yang dirilis di laman https://bit.ly/2TdP6Z5, menunjukkan, pejabat publik dari berbagai instansi yang menduduki jabatan komisaris BUMN, menyalahi Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam aturan tersebut, pejabat publik dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha.
Rangkap jabatan ini dalam penilaian Ombudsman akan menimbulkan beberapa kerugian. Mulai dari adanya konflik kepentingan, persoalan kompetensi dan kapabilitas pejabat yang merangkap tidak sesuai dengan posisi komisaris, dan timbulnya penghasilan ganda.
Dalam pandangan Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), fenomena rangkap jabatan selain menimbulkan konflik kepentingan, sekaligus menjadi akar terjadinya kecurangan. Rangkap jabatan komisaris BUMN oleh pejabat publik menjadi peluang terjadinya korupsi.
Lembaga negara lainnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tidak setuju dengan rangkap jabatan pejabat pemerintah sebagai komisaris. Sebagaimana dirilis laman https://bit.ly/2VvuCOv, menurut Ketua KPK Republik Indonesia periode 2015-2019, Agus Rahardjo, rangkap jabatan tersebut menimbulkan konflik kepentingan yang sangat besar saat mereka menjalankan tugas. Seharusnya rangkap jabatan itu dihapuskan dan dipilih orang-orang yang memiliki kemampuan dan bisa kerja fokus menjalankan tugasnya sebagai komisaris BUMN.
Langkah terobosan
Dalam menyikapi kontroversi rangkap jabatan komisaris BUMN oleh pejabat publik, Menteri BUMN harusnya mengacu kepada Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) melaksanakan pembinaan terhadap Perusahaan Negara/Badan Usaha Milik Negara di Indonesia.
Menteri BUMN harus bisa memahami keberadaan BUMN dalam perekonomian nasional. Kedudukan BUMN merupakan salah satu pelaku penting dalam kegiatan ekonomi. Bersama-bersama dengan pelaku ekonomi lain yaitu, swasta dan koperasi, BUMN merupakan pengejawantahan dari bentuk bangun demokrasi ekonomi.
Menteri BUMN juga harusnya memahami pembangunan BUMN merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan ekonomi nasional. Dampak perputaran ekonomi BUMN harus memberikan pengaruh pada penguatan fundamental ekonomi nasional. Dalam konteks yang lebih luas, BUMN sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional, harus bisa mewujudkan demokrasi ekonomi melalui penyelenggaraan perekonomian nasional. Tujuannya tidak lain adalah guna mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
Langkah Menteri BUMN Erick Thohir, menerbitkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: SK-263/MBU/10/2019 tentang Pembagian Badan Usaha Milik Negara yang dikoordinasikan wakil menteri Badan Usaha Milik Negara, adalah terobosan yang baik.
Keputusan tersebut menetapkan pembagian tugas untuk kedua Wakil Menterinya yakni Budi Gunadi Sadikin dan Kartika Wirjoatmodjo. Sesuai arahan dalam keputusan tersebut, Wamen BUMN I Budi Gunadi Sadikin membina BUMN sektor farmasi, jasa survei, energi, pertambangan, industri strategis, dan media. Sementara, Wamen BUMN II Kartiko Wirjoatmodjoo membina BUMN sektor industri agro, kawasan, logistik, pariwisata, jasa keuangan, konstruksi, jasa konsultan, sarana dan prasarana perhubungan.
Langkah terobosan ini perlu didukung dengan konsistensi kebijakan penunjukkan komisaris BUMN yang dapat mendorong terlaksananya tata kelola yang baik. Salah satunya dengan menghapuskan rangkap jabatan komisaris oleh pejabat publik dilingkungan pemerintahan.
Tanpa ketegasan itu, rasanya gembar-gembor pembenahan hanya sebatas drama untuk menghibur publik, seolah-olah ada perbaikan tata kelola di dalam BUMN.