Selamat datang kolaborasi industri menuju Indonesia lebih bersih
Sampah merupakan salah satu jenis limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Konotasi sampah saat ini berkonotasi negatif, karena dianggap sesuatu yang sudah tidak mempunyai nilai ekonomi bahkan menjadi beban masyarakat. Sampah bila diibaratkan koin yang memiliki dua mata sisi yang berbeda.
Bila keberadaan sampah tidak terkelola dengan baik, maka definisi sampah adalah hal-hal yang bersifat negatif, yaitu bahan atau substansi yang tidak lagi memiliki nilai atau manfaat ekonomis bagi pemiliknya dan biasanya dibuang karena dianggap tidak berguna, berbahaya, atau tidak diinginkan. Sedangkan, bila dilihat dari persepsi positif, maka limbah adalah seonggok bahan yang mempunyai nilai ekonomi dan berdaya guna.
Dalam rangka upaya meningkatkan pengelolaan, perlindungan dan keberlanjutan lingkungan, pemerintah telah menyiapkan perangkat kebijakan perundang-undangan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, memberikan kerangka kerja hukum dalam rangka mendukung dan mendorong perkembangan industri yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia.
Ini selaras dengan upaya global untuk mengurangi dampak lingkungan industri, penggunaan sumber daya alam, emisi karbon dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Salah satu bentuk kebijakan pemerintah, untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan. Pada 2015 Kementerian Negara Lingkungan Hidup mengembangkan Penilaian Peringkat Kinerja Penaatan dalam Pengelolaan Lingkungan.
Penerapan instrumen ini merupakan upaya Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk menerapkan sebagian dari prinsip-prinsip good governance (transparansi, berkeadilan, akuntabel, dan pelibatan masyarakat) dalam pengelolaan lingkungan.
Dengan program ini pemerintah dapat mengukur dan menilai terkait pengelolaan aktivitas perusahaan agar tidak menyebabkan kerusakan atau pencemaran lingkungan.
Upaya industri dalam rangka mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut, adalah dengan menerapkan konsep pembangunan industri hijau, yang mengedepankan faktor efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, sehingga selaras dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Pendekatan industri hijau yang dapat dilakukan oleh perusahaan, antara lain melalui tindakan hemat dan efisien dalam pemakaian sumber daya alam, air dan energi. Selain itu, penggunaan energi alternatif, penerapan prinsip 4R (reduce, reuse, recycle dan recovery), penggunaan teknologi rendah karbon, serta meminimalkan timbulan limbah. Selain itu untuk industri-industri yang menghasilkan limbah non B-3, pihak industri dapat mengajukan dokumen persetujuan lingkungan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 (Lampiran XIV), terdapat 9 (Sembilan) limbah industri yang memiliki kategori sebagai limbah non B3 terdaftar, yaitu Slag Besi/ Baja (Steel Slag), bersumber proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja; Slag nikel (nickel Slag) bersumber dari proses peleburan bijih nikel; Mill scale, bersumber dari proses peleburan buih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi selain teknologi induction furnacelkupola; Debu EAF, bersumber dari proses peleburan bijih dan/atau lo'gam besi dan baja dengan menggunakan teknologi electic arc furnace (EAF); PS ball bersumber dari proses peleburan buih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi selain teknologi induction fumace atau kupola; Fly ash, bersumber dari proses pembakaran batu bara pada fasilitas pembangkitan listrik tenaga uap/PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industri; Bottom ash, bersumber dari proses pembakaran batu bara pada fasilitas PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industri.
Dengan terbitnya regulasi tersebut menjadikan peluang industri untuk memanfaatkan limbahnya dengan berkolaborasi dengan industri lain sehingga selain menyelesaikan permasalahan limbah juga dapat menghasilkan nilai ekonomi, karena keberadaan limbah di satu industri dapat termanfaatkan menjadi menjadi bahan baku yang diperlukan di industri lain.
Hal ini dapat memangkas biaya operasional pengelolaan limbah terkait jasa pemusnahan dan jasa transportasi limbah menuju ke fasilitas pamunahan limbah. Bukan saja limbah yang dihasilkan tertangani bahkan dapat meningkatkan nilai tambah (added value) dari limbah tersebut sebagai material yang merupakan sumber daya.
Upaya lain yang diperlukan untuk meningkatkan keberlangsungan dalam pengelolaan lingkungan diperlukan juga sarana platform digital yang dapat menjembatani dan memfasilitasi pihak industri penghasil limbah dengan pihak pengguna. Platform digital ini dilengkapi sarana komunikasi yang diisi oleh pihak penghasil maupun pengguna.
Pihak penghasil memberikan informasi nama dan jenis limbah yang dihasilkan, kapasitas, dan spesifikasi limbah, lokasi; pihak provider penyedia platform digital ini juga melengkapi fitur potensi-potensi riset untuk memanfaatkan dari limbah yang dihasilkan.
Dengan terbangunnya platform tersebut akan terbangun jejaring baru dan terjalin komunikasi efektif antara pihak penghasil limbah dan pihak pengguna sehingga transaksi ekonomi dapat berjalan dan permasalahan lingkungan dapat terselesaikan.