Aliansi Jurnalis Independen (AJI) angkat bicara soal isu pelantikan Kapolsek Kradenan Blora Iptu Umbaran Wibowo yang menjadi sorotan publik. Umbaran Wibowo selama ini diketahui berprofesi sebagai wartawan.
"AJI menilai praktik tersebut merupakan tindak memata-matai yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia," kata Ketua AJI Indonesia, Sasmito, dalam keterangan resmi, Kamis (15/12).
Menurut Sasmito, penyusupan anggota Polri ke dalam institusi pers juga menyalahi aturan yang dimuat dalam Pasal 6 Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Beleid tersebut menyatakan, pers nasional memiliki peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
"Oleh sebab itu, kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat dan benar," ujar Sasmito.
Selain itu, imbuh dia, pers memiliki imunitas dan hak atas kemerdekaan dalam melakukan kerja-kerjanya. Sasmito menilai, Kepolisian juga telah mengabaikan hak atas kemerdekaan pers dengan menyusupkan polisi pada media.
Penyusupan ini juga bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ), yang menyatakan wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
"Dalam kasus ini, Iptu Umbaran dan Polri jelas telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi wartawan," tutur Sasmito.
Sementara, Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan, organisasi pers serta media juga seharusnya dapat berperan aktif dalam menelusuri latar belakang wartawan.
Menurutnya, hal ini akan berdampak pada kredibilitas organisasi maupun media yang bersangkutan dalam mengemban tugasnya sebagai wadah pers. Sebab, dinilai tidak mampu menjamin profesi pers yang terbebas dari potensi intervensi aktor-aktor negara.
"Lolosnya anggota kepolisian sebagai wartawan yang tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers dan kerja-kerja pers secara umum," ujar Ade.
Oleh karena itu, AJI dan LBH Pers mendesak pemerintah khususnya Polri, untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.
Kemudian, mendesak Dewan Pers untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas, dan memberikan sanksi kepada Iptu Umbaran yang telah melanggar Kode Etik Jurnalistik.
"Dewan Pers juga perlu memperbaiki mekanisme Uji Kompetensi Wartawan agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang," terang Ade.
AJI Indonesia dan LBH Pers juga mendorong Dewan Pers untuk memastikan aparat keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen lainnya tidak melakukan cara-cara kotor seperti yang dilakukan Polri.
Selain itu, mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melakukan verifikasi yang lebih komprehensif, kredibel terhadap anggotanya untuk mencegah penyusupan pihak-pihak yang dapat merugikan pers Indonesia.
Terakhir, mendorong perusahaan media untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan.