Humas atau public relation (PR) pada institusi rumah sakit di masa sekarang bukan sekadar pemanis atau pelengkap administrasi saja. Humas rumah sakit profesional yang dapat bekerja sinergis dengan semua pihak terkait sangat dibutuhkan seiring dengan banyaknya kegiatan.
"Humas sangat dibutuhkan di rumah sakit. Rumah sakit tipe A pendidikan seperti RS Dr. Kariadi Semarang, ada 1000 tempat tidur. Jadi besar sekali. Dari aspek sumber daya manusia, pegawainya saja sebanyak 4000. Ditambah pasien dan pengunjung, populasi di rumah sakit bisa 6000-7000 orang per hari. Pasti akan banyak terjadi konflik. Seorang Humas itu mempunyai tugas menjaga citra rumah sakit," kata Vivi Vira Viridianti.
Koordinator Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat di RSUP Dr. Kariadi Semarang itu mengutip Permenkes 81 Tahun 2015 menyebutkan tentang pelaksana humas di bidang kesehatan memiliki tugas pokok, fungsi, dan peran yang penting dalam pengelolaan informasi dan komunikasi publik. Katanya, ada tiga tugas pokok dan fungsi, yakni kehumasan, menjaga citra. Kemudian, kerja sama, karena pastilah setiap rumah sakit itu punya kerja sama dengan stakeholders yang ikut mendukung semua aktivitas rumah sakit. Terakhir, berupa kemitraan.
"Namun faktanya, terkait dengan reputasi, maka manakala -- ini yang sering -- ada komplain, maka siapa yang akan menangani?" tanya Vivi dalam siaran langsung via Instagram (live IG) diselenggarakan Perhimpunan Humas Rumah Sakit Indonesia (Perhumasri) Sulawesi Selatan, Jumat (3/9).
Live IG dipandu moderator dr. Nurhidayat Latief, sekretaris Perhumasri Sulsel, mengurai pengalaman Humas di dua rumah sakit besar Indonesia dari para senior yang sudah cukup lama menggeluti dunia kehumasan.
Ditambahkan Vivi bahwa di RSUP Dr. Kariadi Semarang terdapat tiga elemen penilaian. Ada yang berwarna hijau, kuning, dan merah. Elemen hijau menunjukkan komplain yang ada di setiap sisi pelayanan. Semua orang di unit pelayanan wajib menjawab komplain tersebut. Jadi tidak harus Humas kalau yang komplain kecil-kecil begitu harus langsung selesai di lapangan. Kalau di lapangan tidak bisa, baru naik ke tingkat kuning. Di tingkat ini, Humas harus sudah mulai melakukan penyelesaian komplain.
"Bagaimana (cara) kita melakukan mediasi dengan keluarga pasien. Jadi yang maju itu Humas, sementara dokter tidak usah tampil," katanya, apabila timbul komplain yang cukup serius, Humas wajib mempelajari apa yang terjadi. Biasanya komplain itu penyebab kematian, maka soal tersebut perlu diterangkan. Bukan dijelaskan melalui bahasa kedokteran, tapi Humas menerjemahkan istilah medis itu ke bahasa yang awam.
"Orang awam itu 'kan tidak mengerti bahasa kedokteran yang seperti apa. Nah kita menerjemahkan itu, sehingga kita bisa menyelesaikannya di tingkat Humas. Memang kalau namanya orang banyak ya mungkin masih saja ada yang tetap belum puas. Dia bisa menempuh jalur hukum. Kebetulan tadi sudah disampaikan, saya juga koordinator hukum. Komplain yang terkait hukum pun harus diselesaikan. Jadi cukup seru. Itu baru (urusan) komplain saja," imbuhnya.
Keluhan cukup lumrah muncul di rumah sakit. Contoh urusan itu yang terkenal melibatkan Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga dan ibu dari dua anak yang pada tahun 2008 menjadi pasien di Rumah Sakit Omni Internasional di Tangerang, untuk penyakit yang salah didiagnosis sebagai demam berdarah, padahal dia sebenarnya menderita gondok. Komplainnya tentang kesalahan diagnosis dimulai sebagai email pribadi yang menjadi viral dan dia dipenjara setelah kalah dalam gugatan pencemaran nama baik sipil yang diambil oleh rumah sakit pada tahun 2009.
"Pelayanan Humas berbeda dengan pemasaran. Banyak hal yang harus kita komunikasikan sebenarnya melalui Humas. Apalagi di zaman berita-berita yang kurang baik itu Humas harus terdepan untuk mengkomunikasikannya sehingga tidak timbul kesalahpahaman atau masyarakat menerima informasi yang kurang baik, informasi yang menyesatkan. Di situ peran penting Humas di rumah sakit," kata Hidayati.
Sub-koordinator Humas di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang itu mengelola publikasi baik cetak, elektronik, dan siaran. Kemudian untuk pelayanan pelanggan, sama seperti yang ditangani Humas lainnya. "Pelanggaran pelayanan seperti komplain pelanggan, survai kepuasan pelanggan itu juga kita kelola. Dan yang tidak kalah pentingnya pun ada kasus-kasus yang kita tangani secara hukum tapi tidak sampai ke pengadilan. Cukup Humas yang menyelesaikan," tambahnya.
Banyak kasus hukum biasanya terkait dengan layanan kedokteran. Orang terdepan di Humas meyakinkan pihak internalnya sendiri terlebih dulu, bahwa itu bisa diselesaikan dan diatasi. "Yang penting sesuai prosedur, kita sudah melayani pelanggan baik pasien dan keluarga pasien dengan baik. Kita sebagai orang Humas cukup bangga bahwa kita bisa memberikan solusi," bubuhnya.
"Peran kita sebagai Humas juga memberikan masukan-masukan kepada manajemen tentang pola kebijakan yang terbaru. Apakah itu akan diterima oleh publik, apakah nanti tidak bertentangan dengan hukum, dan sebagainya," ucap Hidayati. Ditekankannya bahwa Humas bukan hanya tukang foto, membuat studio, jadi Master of Ceremony (pembawa acara), dan lain-lain.