close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Budiyanto (kedua dari kanan). foto Dok pribadi
icon caption
Budiyanto (kedua dari kanan). foto Dok pribadi
Media
Kamis, 29 Juli 2021 20:41

Damai dalam berita, konsep Galtung diusung Budiyanto (3)

Budi balas berkata, kalau tidak ada namanya tertulis di sebutir peluru, Insya Allah hidupnya aman.
swipe

Istilah 'berdamai' dalam tanda kutip berarti agak negatif. Ungkapan, "Damai saja, Pak!" dulu biasa terdengar di pinggir jalan dalam urusan kendaraan yang melanggar lalu lintas.

Tapi jurnalisme damai diusung Budiyanto sejak berkiprah di MetroTV tahun 2000. Konsep ini diusulkan oleh Johan Galtung pada 1965. Maknanya tentu jauh berbeda dengan nuansa 'damai' yang berlaku di jalan raya.

Konsep Galtung

Istilah lain untuk definisi luas jurnalisme perdamaian ini termasuk jurnalisme solusi konflik, jurnalisme sensitif konflik, liputan konflik konstruktif, dan liputan dunia (Galtung, J. & Ruge, M. [1965]. Struktur Berita Asing: Penyajian Krisis Kongo, Kuba dan Siprus di Empat Surat Kabar Norwegia. Journal of Peace Research, 2, halaman 64–91).

"Sejak awal saya bergabung di MetroTV langsung diperkenalkan dengan liputan di daerah konflik. Dan itu mencandu. Kemudian berbagai pengalaman itu membuat kita makin punya keberanian, strategi, intuisi dan insting tentang bagaimana liputan di daerah konflik," kata Budi (54) kepada Alinea.id, Selasa (20/7).

Melalui perkembangannya juga ketika di awal dia meniti karier: sebuah era muncul, di mana banyak medan liputan di zona konflik. "Beruntungnya saya masuk di dunia jurnalistik di mana kita punya medan-medan tempur atau pelbagai palagan di situ menyangkut isu zona konflik atau perang. Membuat kecintaan dalam profesi ini untuk fokus dalam liputan daerah konflik itu menjadi pilihan saya," sambungnya.

Zona konflik merupakan tantangan tersendiri buat Budi. Itu menguatkan dirinya bagaimana meliput di daerah pertikaian dibutuhkan orang yang memiliki pengalaman. Pengalaman sangat membantu bagaimana seorang jurnalis meliput di lapangan walaupun ruang waktunya berbeda. Pengalaman ialah modal yang kuat bagaimana masuk di ragam liputan dengan risiko sangat tinggi.

"Jadi kalau ditanya: mana yang paling berkesan? Semua liputan di daerah konflik bagi saya punya kesan yang luar biasa karena setiap tempat memiliki kekhasan masing-masing dan punya cerita berbeda dan strategi tersendiri," cetusnya.

Lahir di Magelang, Budi menggali ilmu penyiaran di toko perangkat elektronik dan mengelola rumah produksi di Bali. Tapi bersamaan dengan setiap kali dia memasuki daerah baru, di zona konflik atau medan perang, maupun wilayah yang berbahaya, ada satu titik di mana di situ perlunya satu pengetahuan dan pengalaman. Itu yang bisa dipakai untuk mengantisipasi bagaimana melakukan liputan di daerah konflik. Walaupun tempatnya berlainan dan tantangannya berbeda.

"Itu yang menguatkan kita, jadi itu modal kita. Jadi kalau (memilih) mana yang paling berkesan. Menurut saya semuanya berkesan," tanggapnya.

Damai dalam berita

Bayangkan, ketika Budi dan kawan-kawan ke Ambon pertama kali. Sebelum berangkat, mereka bersama Pemimpin Redaksi MetroTV Andy F. Noya minta waktu ketemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono, saat itu Menkopolkam (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan). Mereka pamit pergi bertugas ke Ambon, sekaligus titik tolak MetroTV mengusung jurnalisme damai di Indonesia.

"Kita mau memotret bagaimana efek terhadap konflik di tingkat masyarakat. Maka kita ke sana. Tiba-tiba kita dijemput tentara, mungkin satu peleton sekitar 30-an, mereka diangkut tiga truk. Tim kita cukup besar ketika itu 12-an orang," terang Budi.

Bertemu tentara di Ambon, dia ditanya: "Mas, ngapain Mas masuk sini? Saya sebagai tentara aja kalau boleh pulang ya mau pulang."

"Oh, tidak," jawab Budi: "Saya justru hadir di sini karena kita mau memotret bagaimana efek atau dampak dari kerusuhan, konflik yang ada di sini untuk kita sampaikan ke publik."

Budi balas berkata, kalau tidak ada namanya tertulis di sebutir peluru, Insya Allah hidupnya aman. Dari modal kepercayaan diri itu dia bisa kuat menjalankan tugas dengan baik.

"Kalau kita sudah takut duluan, tidak akan berhasil tugas itu. Modal pertama harus berani," ucapnya.

Jika masuk di zona konflik atau arena perang, modal dasar pertama ialah keberanian. Berikutnya, penugasan yang sifatnya khas seperti itu membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan multitalenta. Kemudian kemampuan daya adaptasi, survival. Itu menjadi penting. Semua kiat sukses Budiyanto terurai dengan jujur.

img
Arpan Rachman
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan