Dewan Pers menyayangkan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU KUHP. Pengesahan dilakukan dalam sidang paripurna DPR RI, pada Selasa (6/12).
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli mengatakan, keputusan itu diambil dengan mengabaikan minimnya partisipasi dan masukan masyarakat, termasuk komunitas pers. Mengingat masih terdapat pasal-pasal krusial yang menjadi ancaman bagi pers dan wartawan.
“Sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia,” kata pria yang akrab disapa Azul ini, saat dikonfirmasi Alinea.id, Sabtu (10/12).
Azul menyebutkan, kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi kini menghadapi upaya pembungkaman. Pers akan lumpuh karena berhadapan dengan ancaman kriminalisasi oleh pasal-pasal UU KUHP.
Sementara, dalam demokrasi, kemerdekaan pers harus dijaga, salah satunya dengan memastikan tidak adanya kriminalisasi terhadap wartawan. Perlindungan itu dibutuhkan agar wartawan dapat bebas menjalankan tugasnya dalam mengawasi atau kontrol sosial, melakukan kritik, koreksi, dan memberikan saran-saran.
“Kemerdekaan pers terbelenggu karena UU KUHP itu dapat menjerat wartawan dan perusahaan pers sebagai pelaku tindak pidana ketika menjalankan tugas jurnalistik,” ujarnya.
Maka dari itu, pihaknya menyarankan reformulasi 11 cluster dan 17 pasal dalam RKUHP ke pemerintah dan DPR namun tidak memperoleh feedback. Padahal, Dewan Pers juga menyampaikan saran agar dilakukan simulasi kasus atas norma yang akan dirumuskan.
Ia mengingatkan ketentuan-ketentuan pidana pers dalam KUHP, mencederai regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Padahal unsur penting berdemokrasi adalah dengan adanya kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan berpendapat, serta kemerdekaan pers.
“Dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia hakiki,” ucapnya.
Dewan Pers mencatat pasal-pasal UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, kemerdekaan berpendapat, dan berekspresi, sebagai berikut:
Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
Pasal263yangmengaturtindakpidanapenyiaranataupenyebarluasanberita atau pemberitahuan bohong.
Pasal264yangmengaturtindakpidanakepadasetiaporangyangmenyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
Pasal280yangmengaturtentanggangguandanpenyesatanprosesperadilan.
Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana
terhadap agama dan kepercayaan.
Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.