Kekerasan yang dialami dua orang jurnalis dari Tirto.id M. Fiqie Haris Prabowo dan Narasi TV, Vany Fitria, akhirnya dilaporkan ke Sentra Pelayanan Propam Polri. Laporan keduanya sempat mendapat penolakan dari pihak Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.
Saat membuat laporan ke polisi, keduanya didampingi perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan LBH Pers.
Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung mengatakan, laporan terkait pelanggaran UU Pers yang dilakukan oknum polisi, saat keduanya meliput aksi demonstrasi mahasiswa di Gedung DPR RI.
"Laporan diterima Propam, tapi untuk pidananya belum," kata Erick di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (9/10).
Upaya keduanya untuk memproses hukum pelanggaran yang dilakukan oknum polisi, sempat mendapat hambatan. Haris dan Vany yang awalnya hendak membuat laporan di Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, mendapat penolakan.
Pihak Bareskrim menyarankan agar laporan dibuat di Polda Metro Jaya. Namun hal yang sama juga terjadi di Polda Metro Jaya.
"Kami sudah ke polda, tapi mereka bilang bukan wewenang kami. Kami hari ini ke Bareskrim, malah diminta ke polda. (Ingin buat, red.) laporan dipersulit. Akhirnya kami ke Propam," katanya.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra, mengaku tak tahu alasan penolakan laporan Haris dan Vany oleh Bareskrim. Namun menurutnya, pelaporan terhadap anggota Polri aktif merupakan kewenangan Propam Polri.
"Karena kan (yang dilaporkan) personel aktif, yang tangani Propam," kata dia.
Laporan dengan pelapor M. Fiqie Haris, teregister dengan nomor SPSP2/2550/X/2019/Bagyanduan, dengan Brigadir Abdul Rosyad sebagai petugas penerima surat pengaduan. Adapun laporan dengan pelapor Vany Fitria, teregister dengan nomor SPSP2/2551/X/2019/Bagyanduan.
Dua laporan yang ditujukan kepada Kadivpropam Polri tersebut berisi pengaduan atas dugaan pelanggaran Pasal 18 Ayat 1 UU Pers yang dilakukan oleh oknum kepolisian. Pasal tersebut mengatur sanksi terhadap tindakan yang menghambat atau menghalangi tugas wartawan, yaitu hukuman pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
Saat meliput aksi demonstrasi di sekitar Gedung DPR, Jakarta, Haris dipiting oleh oknum polisi. Ia pun dituduh sebagai perusuh kendati sudah menunjukkan kartu pers. Adapun Vany, harus kehilangan ponselnya karena dirampas polisi dan belum dikembalikan hingga sekarang. (Ant)