Elon Musk seperti membenarkan ungkapan 'orang kaya bebas". Ia cuek dan terkesan 'semau gue'. Penampilannya sangat santai saat menerima delegasi pengusaha Indonesia yang dipimpin Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, di marksas Tesla, kemarin. Ia hanya berkaos oblong hitam dan seperti orang baru bangun tidur, sementara delegasi dari Indonesia mengenakan stelan jas rapih datang menawarkan kerja sama penyediaan dan pemrosesan nikel.
Sebelumnya, ia pernah asyik mengisap ganja di depan publik ketika diwawancarai di podcast "The Joe Rogan Experience" pada Kamis 6 September 2018. Sikap 'semau gue' itu kini dia tunjukan lagi di Twitter.
Beberapa hari setelah membeli Twitter Rp635 triliun, Elon Musk mengumumkan apa yang dia inginkan selanjutnya. CEO Tesla yang blak-blakan itu mengungkapkan bahwa dia akan segera membeli Coca-Cola untuk memasukkan 'kokain kembali'.
Dia tweeted, "Selanjutnya saya membeli Coca-Cola untuk memasukkan kembali kokain." Musk seolah tidak takut postingannya itu akan membawa gelombang tanggapan negatif.
Di masa awal Coca-Cola dibuat pertama kali 1886, minuman ikonik Amerika Serikat ini memang disebut-sebut mengandung kokain.
Coca-Cola pernah mengandung kokain, menurut National Institute on Drug Abuse. Ketika minuman populer ditemukan, pertama kali dipasarkan sebagai "obat paten"; kokain legal pada saat itu dan merupakan bahan umum dalam obat-obatan, menurut institut tersebut. Namun, kemudian kandungan kokain dihapus dari resep racikan Coca-Cola pada 1929. Coca-Cola tidak lagi dipasarkan sebagai obat, melainkan munuman. Salah satu faktor terkuatnya perusahaan ingin menghindari pajak obat yang diterapkan pada 1898.
Live Science menyebut setidaknya sampai 1903, Coca-Cola diyakini mengandung kokain. Namun pihak perusahaan dalam berbagai kesempatan selalu membantahnya.
Di situs resmi Coca-Cola, ada halaman khusus frequently asked questions untuk membantahnya.
"Apakah benar Coca-Cola mengandung kokain?" tulisan pertanyaan ini dibuat seperti judul dengan font besar. Kemudian di bawah tulisan itu terdapat jawaban. "Tidak. Coca-Cola tidak mengandung kokain atau zat berbahaya lainnya, dan kokain tidak pernah ditambahkan Coca-Cola."
Kokain dalam minuman – dan kemudian, penghapusannya – menghadirkan "masalah humas yang rumit" bagi perusahaan di tahun-tahun awalnya, menurut buku "For God, Country and Coca-Cola."
"Jika perusahaan menanggapi serangan dengan mengatakan yang sebenarnya, mereka akan mengakui bahwa minuman itu pernah mengandung kokain," tulis penulis Mark Pendergrast dalam "For God, Country and Coca-Cola." "Implikasinya adalah mereka telah menghapusnya karena berbahaya, ini mungkin membuka pintu ke tuntutan hukum. Selain itu, tidak masuk akal untuk mengakui bahwa Coca-Cola murni dan sehat."
Di luar itu, postingannya di Twitter soal keinginannya membeli Coca-Cola dan ingin mengembalikan kandungan kokain ke dalamnya sebagai ungkapan satirenya terhadap pihak-pihak yang menyuarakan keresahan bahwa setelah pengambilalihan Twitter olehnya, platform media sosial ini akan menjadi sarang konten beracun. Kekhawatiran ini muncul karena Elon Musk dalam berbagai kesempatan mengatakan bahwa ia adalah pengusung kebebasan berbicara absolut.