Di tahun 2021, setidaknya tiga vonis menjerat jurnalis, yang terbaru adalah jurnalis Berita News, Muhammad Asrul, divonis tiga bulan penjara. Saat ini Asrul sedang mengajukan naik banding. Pasal yang dikenakan terhadap Asrul adalah Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 3 UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Di tahun 2020, ada dua jurnalis lain yang divonis dengan UU ITE juga.
Kasus-kasus ini sudah mendapat catatan dari Dewan Pers dan dinyatakan sebagai karya jurnalistik. Sebaiknya kasus-kasus yang sudah dinyatakan sebagai karya jurnalistik itu diproses di Dewan Pers tanpa perlu ditindaklanjuti (polisi) lagi," kata Sasmito Madrim, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam diskusi virtual di penghujung 2021 lalu.
Sasmito lantas menggambarkan kasus yang dialami Diananta Putra Sumedi, pemimpin Redaksi Banjarhits yang divonis bersalah di Pengadilan Negeri Kotabaru, Banjarmasin. Dalam sidang yang digelar 10 Agustus 2020, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 3 bulan 15 hari oleh hakim.
"Kasus Diananta sempat membuat khawatir jurnalis karena sudah divonis Agustus tahun lalu. Beberapa bulan lalu sempat muncul di Dewan Pers, tapi ditanyakan lagi oleh pihak kepolisian. Kenapa kasus yang sudah divonis di pengadilan masih ditanyakan lagi oleh penyidik ke Dewan Pers?" tanya Madrim.
Dalam catatan AJI, korban UU ITE menjadi trauma. Begitu dinyatakan bersalah, mendapatkan hukuman, itu trauma yang menjalar cukup besar. "Bahkan, saat berbicara dengan Diananta, demi mendengar kasusnya akan dibuka lagi, trauma dia muncul kembali. Kasus seperti ini tidak perlu terjadi," tutur Sasmito.
Dari empat kasus di tahun 2020-2021 dengan tiga vonis atas jurnalis, dampaknya terhadap jurnalis dan perusahaan media itu terasa. Apalagi kalau mau belajar dari kasus Diananta, pemimpin redaksi Banjarhits sekaligus jurnalis Kumparan.
Menurut Sasmito, karena kerja sama antara Banjarhits dan Kumparan, berita yang ditulis Diananta diterbitkan di dua media itu. Jadi yang diminta bertanggung jawab dalam kasus ini adalah Kumparan. Ketika kasus Diananta bergulir, sangat terasa ketakutan di kalangan jurnalis akan dikriminalisasi seperti Diananta.
Akhirnya beberapa media sempat menyampaikan kepada AJI bahwa mereka melakukan swasensor. Biasanya berita-berita yang cukup kritis, begitu kasus Diananta muncul, akhirnya media melakukan swasensor, mengurangi daya kritik, karena khawatir bernasib sama dengan Diananta. Itu tentu dampak bagi jurnalis dan perusahaan media ketika ada kasus-kasus kriminalisasi seperti ini.
Tapi pada akhirnya yang dirugikan adalah masyarakat. Karena begitu jurnalis 'melakukan swasensor' artinya kejahatan-kejahatan yang terjadi di masyarakat seperti penyalahgunaan kekuasaan dan fungsi kontrol dari media, kemudian menjadi hilang. Akan menghambat asas pemerintahan yang baik, merugikan kelestarian lingkungan terutama di daerah-daerah tambang dan perkebunan.
"Kerugian masyarakat seperti itu, sebab jurnalis tidak berani menulis apa yang merupakan temuan di lapangan," tuntas Sasmito.