Bayangkanlah teknologi internet belum maju seperti sekarang. Bagaimana dinamika jurnalis mengirim konten ke ruang berita?
Di era awal Budiyanto (54) bekerja, jurnalis masih bersentuhan dengan aktivitas secara fisik. Artinya dengan instrumen dan infrastruktur yang besar.
"Meliput di awal tahun 2000, beruntungnya MetroTV memiliki mobil SNG (Satelite News Gathering). Itu berguna untuk bekerja di dalam tim kolektif atau berkelompok," katanya.
Tapi, kalau sendirian tanpa SNG, waktu itu dia masih liputan menggunakan kaset. Arena liputannya di Istana Negara, Jakarta. Sejak awal Budiyanto liputan di sana, sebagai tim jurnalis yang meliput kegiatan kepresidenan.
"Hasil liputan yang kita ambil atau kita sorot dengan kamera dan wawancara, kemudian direkam dalam kaset. Kalau mengirim materi di kaset itu, fisiknya yang dikirim. Kemudian mengirim naskah memakai faksimili, intinya masih manual," tutur jurnalis televisi kawakan itu.
Kiriman 21 tahun silam
Semua dilakukan sebagai pergerakan fisik dan manual. Membutuhkan waktu yang disiplin. Misalnya, materi berita harus disiarkan pukul 10:00, harus diperkirakan durasi pengiriman kaset berisi liputan. Perhitungannya mencermati lama perjalanan pembawa pesan yang mengambil kaset sambil kemudian dia nanti balik lagi. Itu akan ditaksir sampai berapa menit hingga berapa jam.
"Itu menjadi pertimbangan, jadi (materi berita) dikirim secara fisik. Berkembang cukup lama hingga muncul teknologi feeding. Kita memanfaatkan mobil SNG, kita kirim pakai satelit bukan pakai broadband," ujar Budiyanto.
Stasiun MetroTV pada 2004 melakukan investasi besar-besaran dalam pengadaan mobil SNG. Mobil itu ditempatkan di beberapa titik strategis kota. Para jurnalis seperti Budi yang selesai meliput bukan mengirim kaset fisik lagi melainkan secara berantai.
"Awalnya, kita kirim dari lokasi sampai ke studio MetroTV di bilangan Kedoya. Ketika sudah investasi mobil SNG, maka waktu mengirim lebih pendek. Misalnya liputan dari Istana, ada mobil SNG ditempatkan di Monas, sehingga dalam waktu yang sangat cepat masih bisa dikejar. Kirim saja ke mobil SNG, dari situ materi liputan di-feeding, dikirim lewat satelit, kemudian diterima di studio Kedoya," tambahnya kepada Alinea.id, Selasa (20/7).
Konten feeding itu kemudian di-downlink, untuk selanjutnya direkam di MetroTV studio Kedoya. Pola itu cukup lama juga dijalani Budiyanto. Sampai pada proses ada perkembangan teknologi baru menggunakan broadband. Jadi dia bisa mengirim juga menggunakan streaming, yang tadinya lewat satelit, berubah pengiriman materi itu melalui jalur IT via live streaming.
Biasa Budi meliput dengan mengandalkan laptop, mengirim audio-video maupun naskah, lewat peranti komputer tersebut dengan cara streaming. Kemudian konten berita tinggal dibuka di kantornya. Ada desktop di studio yang terbuka bila masuk materi liputan jurnalis dari lapangan. Baru setelah itu diproses. Prosesnya masih simultan dengan pengiriman lewat satelit. Mana materi yang lebih efektif di lapangan, atau yang lebih cepat, akan diketahui dengan cepat.
"Perkembangan teknologi sekarang sudah populer mengirim melalui aplikasi WhatsApp. Konten berita memakai WhatsApp, termasuk video-audio juga. Itu lebih praktis dan lebih menghemat waktu," tukasnya.
Bahkan jurnalis kekinian bisa melakukan siaran live karena era berkembang. Tadinya lewat aplikasi Skype, kemudian sudah meloncat ke Zoom, panggilan video dan segala macam. Capaian perkembangan digital ini mempermudah proses bagaimana konten disalurkan dari lapangan hingga ke stasiun televisi.
"Hanya sekali pencet, berita sudah sampai. Artinya dari sisi aspek perkembangan, seperti itu (yang terjadi kini)," serunya.
Titip kaset ke Jakarta
Budiyanto mulai 1994 berkarier di redaksi televisi. Ia mengalami proses di mana bekerja sebagai jurnalis melakukan kerja manual, mengirim konten secara fisik melalui media kaset maupun melalui pengirim pesan atau melewati kiriman langsung yang dititipkan ke orang tertentu yang terpercaya.
Pernah, katanya, di awal-awal liputan ke luar kota sempat menghadapi berbagai kendala dan mengatasinya dengan segala siasat cerdik. Dulu, setelah membuat laporan dari Papua, dia belingsatan mencari penumpang yang mau terbang dari Papua menuju Jakarta.
Dia bertanya secara acak: "Pak, Bapak mau pulang ke Jakarta ya? Boleh nggak saya titip kaset?"
Kalau dijawab, "Oh boleh, Mas. Namanya siapa (yang akan mengambil kaset itu di Jakarta)?"
Budi lantas memberikan nomor kontak kru MetroTV di Jakarta yang akan menjemput si bapak di bandara.
Cara-cara seperti itu dia lakukan di era tahun 2000-an. Sementara sekarang perkembangan berlangsung sangat cepat, membuat kerja jurnalis sudah dipermudah dari sisi teknologi.
"Kalau sekarang 'kan bisa live streaming dan via satelit, bisa apa saja," ucapnya bernada lega.