Frekuensi kabar bohong (hoaks) tentang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang beredar di media sosial (medsos) melonjak tajam pada tahun ini. Peningkatannya nyaris 10 kali lipat dibandingkan 2022.
"Sepanjang 2022 hanya terhadap 10 hoaks pemilu. Namun, sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 91 isu hoaks pemilu. Berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat," ucap Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, Jumat (27/10).
Penyebaran hoaks meningkat tajam sejak Juli 2023 dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Paling masif di Facebook atau Meta.
"Penyebaran hoaks dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan di platform Facebook, yang Meta kelola. Saat ini, kami telah mengajukan take down 454 konten kepada pihak Meta," ujarnya, menukil laman Kominfo.
Salah satu disinformasi yang beredar adalah Prabowo Subianto gagal maju pada Pemilu 2024 karena Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohon uji materi tentang pembatasan usia calon presiden dan wakil presiden (capres-wapres) maksimal 70 tahun. Lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) disebut menolak pendaftaran Ganjar Pranowo sebagai capres karena ingin menjegal Anies Baswedan.
"Tidak hanya menyasar para bacapres dan bacawapres, isu hoaks dan disinformasi yang kami temukan turut menyasar reputasi KPU dan penyelenggaraan pemilu untuk menimbulkan distrust terhadap pemilu kita," katanya.
Budi Arie mengingatkan, masifnya peredaran hoaks harus menjadi perhatian bersama. Dalihnya, keberadaan kabar bohong menurunkan kualitas demokrasi dan berpotensi memecah belah bangsa.