close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Dewan Pengurus LBH Pers, Ahmad Fathanah Haris (kaus merah), dalam diskusi
icon caption
Anggota Dewan Pengurus LBH Pers, Ahmad Fathanah Haris (kaus merah), dalam diskusi
Media
Minggu, 26 Januari 2020 20:12

LBH Pers nilai RUU Cilaka ancam jurnalis

Salah satunya, karena hubungan perusahaan media dan wartawan akan setara lewat mekanisme kemitraan.
swipe

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka) bakal mengancam jurnalis. Ada lima poin yang disoroti.

Pertama, terang Anggota Dewan Pengurus LBH Pers, Ahmad Fathanah Haris, menyangkut definisi tenaga kerja. Dalam aturan saat ini, terdapat struktur perusahaan media dan wartawan. Kelak menjadi setara lewat kemitraan.

"Ini akan menjadi tanda tanya. Bagaimana pemberi dan penerima kerja memosisikan dirinya?" ucapnya di Kantor LBH Pers, Jakarta, Minggu (26/1).

Ketakadaan struktur perusahaan media-wartawan lenyap bakal menimbulkan masalah anyar. Mulai dari penentuan upah minimum hingga ketakjelasan tuntutan hukum.

Kemudian, isu alih daya (outsourcing). Skema tersebut, menurutnya, akan bakal mengaburkan hak-hak wartawan. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, seorang pekerja harus menjadi karyawan tetap. Usai menjalani masa kontrak selama tiga tahun.

Berikutnya, upah minimum, pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK), dan tenaga kerja asing (TKA). LBH Pers meminta pemerintah memberikan penjelasan terkait masalah tersebut.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wahyu Dhyatmika, menambahkan, perwakilan media belum diajak pemerintah berdiskusi tentang RUU Cilaka. "Semoga kita akan punya posisi yang lebih tegas ketika kita tahu persis apa yang sedang dirancang," ujar dia pada kesempatan sama.

RUU Cilaka mencakup 11 klaster dari 82 UU dan 1.194 pasal. Penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi; ketenagakerjaan; kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM; kemudahan berusaha; dukungan riset dan inovasi; administrasi pemerintahan; pengenaan sanksi; pengadaan lahan; investasi dan proyek pemerintah; serta kawasan ekonomi khusus (KEK).

Kehadiran RUU sapu jagat (omnibus law) ini menuai polemik. Seperti sejumlah serikat buruh. Sedikitnya ada tiga poin yang ditolak Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Pengurangan pesangon, kemudahan perizinan bagi TKA, penerapan upah per jam.

Ekonom Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, turut menyampaikan kritiknya terhadap RUU Cilaka. Lantaran penyusunan beleid hanya dilakukan segelintir pihak terkait (stakeholder). Tanpa peran serikat pekerja dan pemerintah daerah (pemda).

"Model begini-begini rawan terjebak politik kroni. Anda hitung, deh. Menteri Perdagangan, Menko Maritim, Menko Perekonomian, wakil menteri, Staf Khusus Presiden sebagian besar pengusaha," ujarnya di Jakarta, 18 Desember 2019.

img
Muhammad Jehan Nurhakim
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan