close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Eko berbicara dalam sesi bertajuk 'Jurnalisme Data di Media Lokal dan Media Alternatif' yang dibahas dalam Konferensi Jurnalisme Data dan Komputasi Indonesia (DCJ-CI) 2022, Sabtu (27/7). Foto SS Youtube
icon caption
Eko berbicara dalam sesi bertajuk 'Jurnalisme Data di Media Lokal dan Media Alternatif' yang dibahas dalam Konferensi Jurnalisme Data dan Komputasi Indonesia (DCJ-CI) 2022, Sabtu (27/7). Foto SS Youtube
Media
Senin, 15 Agustus 2022 22:25

Liputan mendalam 'Malang Kota Genangan', Terakota.id menangkan Data Journalism Hackathon 2021

Awak jurnalis Terakota.id berupaya menyajikan fakta itu semua dan ternyata direspons.
swipe

Sebuah media online lokal di Malang bernama Terakota.id yang dibangun oleh para jurnalis di jejaring AJI (Aliansi Jurnalis Independen) baru saja menjadi salah satu pemenang dari Data Journalism Hackathon 2021 dari IDJ Network.

"Kami melaporkan soal Malang menjadi kota genangan. Jadi Malang bukan Kota Kenangan, tapi Malang Kota Genangan. Kami berkolaborasi antara jurnalis dengan web-developer. Tim IT kami menyajikan, menampilkan data secara interaktif. Mungkin di Malang belum banyak yang memainkan isu-isu seperti ini," kata Eko Widianto, Pemimpin Redaksi Terakota.id.

Eko berbicara dalam sesi bertajuk 'Jurnalisme Data di Media Lokal dan Media Alternatif' yang dibahas dalam Konferensi Jurnalisme Data dan Komputasi Indonesia (DCJ-CI) 2022, Sabtu (27/7).

"Kami mencoba misalnya menyajikan pencitraan satelit. Kita menggunakan Google Earth dan kita menggunakan beberapa tools yang memungkinkan kita bisa melihat bagaimana kontras dari kondisi awal kawasan ruang terbuka hijau. Jadi penyebab banjir di Malang, selain karena cuaca ekstrim ternyata karena ruang terbuka hijau yang semakin menyempit," imbuhnya.

Eko memperlihatkan slide sambil menjelaskan: "Ini adalah potret, tadi itu kawasan Malang Town Square. Jadi, dulu adalah kawasan terbuka RTH (Ruang Terbuka Hijau), kemudian menjadi mal. Ini ,juga foto satelit ini, adalah kawasan yang dulu dikenalnya dengan kawasan hutan kota. APP Tanjung atau Hutan Kota Tanjung. Tapi kemudian berubah menjadi hotel dan perumahan mewah."

Bahan itu mereka elaborasi dengan beberapa data lain, yang kebetulan berbentuk data terbuka, soal curah hujan dan banjir di kota Malang. Data ini coba disandingkan, dilihat, jadi kecenderungannya soal banjir itu semakin meningkat dari tahun ke tahun. Ini bisa ditampilkan secara jelas dan publik bisa mengetahui bahwa di Malang ancaman banjir itu nyata, tidak hanya sekedar ramai di media sosial.

"Kita tangkap juga bagaimana percakapan di media sosial, banyak orang yang membincangkan soal isu banjir tersebut," sambung Eko.

Ditunjukkannya peta titik banjir yang ada di Malang. Tampak tiga layer peta. Peta sungai, peta permukiman, dan peta titik banjir. Mereka ingin memberitahu bahwa walaupun di kawasan-kawasan yang dekat dengan sungai, yang seharusnya cepat surut setelah banjir, tapi banjir selalu menjadi langganan di situ.

Menurut Eko, hal itu terus berlangsung dari tahun ke tahun dan bukan semakin baik. Bukan tanpa itikad baik, tapi ternyata kemudian pemerintah seolah-olah tidak ada upaya pembenahan yang signifikan.

"Baik itu program dan menunjukkan kinerja misalnya soal bagaimana menambah ruang terbuka hijau. Beberapa RTH sudah beralih fungsi, tidak jauh sebenarnya dari kawasan-kawasan yang dulu langganan banjir, sekarang menjadi langganan banjir kembali. Dulu karena memang RTH-nya habis," seru Eko.

Awak jurnalis Terakota.id berupaya menyajikan fakta itu semua dan ternyata direspons. Beberapa aliansi masyarakat sipil di Malang mendorong pemerintah kota untuk lebih serius menangani bagaimana upaya menanggulangi banjir.

"Bukan hanya misalnya membangun sodetan, membangun ruang-ruang yang terbangun semakin banyak. Tetapi bagaimana RTH semakin, terutama yang publik ini, semakin banyak dan bisa menjadi resapan air hujan," singkapnya.

Tantangan bagi mereka, diakui Eko, soal keterampilan jurnalisme data. Mereka mengaku masih baru belajar dan mereka sebenarnya mengajak banyak jurnalis di Malang untuk terlibat.

"Tapi ya memang tadi, ini soal apa, waktu dan, apa namanya, tantangan dengan teman-teman yang lain itu 'kan kemauan. Terus tidak banyak juga portal penyedia data atau juga kita kesulitan mencari data sheet yang untuk kita visualisasikan," tutur Eko.

Terakota.id juga mencoba misalnya berkolaborasi dengan media lain untuk menyajikan liputan berbasis data. Ini peluang bagi media lokal, belum banyak jurnalisme data yang dikembangkan. Di samping kolaborasi dengan perguruan tinggi dan LSM bisa diterapkan.

"Fungsi pers sebagai kontrol sosial, saya pikir, ini menjadi penting yang bisa kita sajikan dalam laporan berbasis jurnalisme data," pungkasnya.

img
Arpan Rachman
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan