Mungkinkah memenjarakan IndonesiaLeaks?
Tito Karnavian beringsut dari wartawan yang tergabung di IndonesiaLeaks, saat ditanya dugaan aliran dana terpidana Basuki Hariman atasnya. Hari itu, pertengahan Agustus 2018. Tak satu pun pertanyaan wartawan ia jawab. Eks Kapolda Metro Jaya itu berdalih, permintaan wawancara sudah didelegasikan pada bawahannya. “Sudah dijawab sama Humas,” tuturnya.
Melalui wawancara tertulis, Iqbal sendiri menampik ada cuan yang mengalir ke rekening Tito. Menutut Kepala Biro Penerangan Masyakarat Mabes Polri itu, catatan dalam buku merah belum tentu benar. “Tidak benar, Kapolri tidak pernah menerima itu. Dulu waktu menjadi Kapolda Papua, Kapolri juga pernah mengalami hal yang sama dan sudah diklarifikasi,” katanya pada tim IndonesiaLeaks.
Di lain tempat, bekas penyidik KPK yang kini menjabat Kapolres Cirebon Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy juga memilih bungkam. Namun, IndonesiaLeaks tak tinggal diam. Melalui salinan bukti yang dikirim ke website mereka di www.indonesialeaks.id, berita soal skandal perusakan buku merah KPK itu pun terbit juga. 8 Oktober 2018. Tulisan yang dibuat sejumlah media seperti KBR, Tempo, dan Suara lantas jadi viral.
Tulisan yang didapat melalui investigasi panjang ini menampilkan kronologi lengkap perusakan buku merah, sejak kasus suap Basuki pada mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mencuat, Januari 2017. Ada beberapa video rekaman wawancara dengan Tito dan Roland. Ada pula salinan kertas buku merah sebelum dan sesudah koyak.
Buku merah yang jadi perbincangan sendiri sebetulnya adalah catatan tangan pengeluaran uang Basuki, yang ditengarai salah satunya dikirim ke petinggi polisi, Tito Karnavian. Yang aneh, buku merah ini tak pernah disebut dalam persidangan yang kemudian menjerat Basuki ke pidana penjara tujuh tahun. Aliran dana ke Tito tak pernah diusut. Roland pun kariernya kian moncer, sejak didepak dari lembaga antirasuah karena perusakan buku itu.
Tak berselang lama, berita dari tim Indonesialeaks menuai respons dari sejumlah kalangan. Ketua SETARA Hendardi lewat keterangan tertulisnya menilai, model kerja IndonesiaLeaks ditujukan untuk memicu perdebatan di tengah masyarakat. Buntutnya, ini justru rentan dimanipulasi siapa pun guna menghancurkan kredibilitas dan integritas seseorang.
"IndoLeaks (IndonesiaLeaks. Red) bukanlah produk jurnalistik dan bukan produk kerja dari lembaga penegak hukum yang layak dipercaya," kata Hendardi, Kamis (11/10).
Menurutnya, Kapolri dan jajaran Polri mesti tetap fokus dengan tugas pokoknya sebagai penegak hukum dan pengamanan serta pelayanan. Apalagi, Indonesia belum lama diguncang kabar duka gempa Palu dan Donggala. Hajatan Paragames dan pertemuan IMF-World Bank di Bali juga menuntut pengamanan lebih.
Hal senada disampaikan Direktur Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. Menurutnya, usai Ketua KPK Agus Rahardjo membantah tudingan IndonesiaLeaks soal aliran dana kasus daging, maka platform itu bisa kena tuduhan penebar hoaks. "Polda Metro Jaya harus mampu segera mengusut, meringkus dan memenjarakan IndonesiaLeaks yang juga diduga telah menyebarkan kabar bohong," tuturnya, Sabtu (13/10).
Ia membandingkan kasus ini dengan hoaks Ratna Sarumpaet. Pria kelahiran 18 Agustus 1964 ini menuturkan, kasus Ratna sesungguhnya hanya kasus pribadi yang tidak punya delik hukum dan tidak ada fitnah di dalamnya. Artinya, imbuh dia, jika orang yang dibohongi Ratna, seperti Prabowo dan Amien Rais tidak melaporkannya ke polisi, penyidik tidak bisa mengusutnya.
Sementara dalam kasus buku merah, IndonesiaLeaks bisa terjerat UU ITE karena menyebarkan kabar bohong dan fitnah dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. Ia mempertanyakan, kenapa Polda Metro Jaya tak bekerja cepat laiknya saat meringkus Ratna.
"Padahal di balik IndonesiaLeaks ada sedikitnya 17 institusi yang bisa segera diperiksa polisi, baik sebagai anggota, mitra maupun inisiator, untuk mengetahui dan mendapatkan otak pelaku hoaks IndonesiaLeaks," ungkapnya.
Ia mengimbau kepolisian untuk tak bereaksi terhadap tuduhan serius ini. Sebab, bola kasus buku merah ada di tangan KPK. Kala Ketua KPK telah rampung menjelaskan ikhwal tuduhan itu, maka, imbuhnya, tugas Polri adalah mengusut, menciduk, dan memenjarakan orang-orang yang terlibat di balik IndonesiaLeaks.
Siapa di balik IndonesiaLeaks?
IndonesiaLeaks sendiri adalah kanal bagi informan publik untuk membagi dokumen penting dan rahasia terkait skandal yang mestinya diungkap. Prinsip anonimitas adalah harga mati. Kanal ini dibikin oleh AJI, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara, dan Tempo Institute. Sejumlah LSM seperti ICW, LBH Pers, Change.org, dan Auriga bersama dengan media nasional, termasuk CNN, Bisnis Indonesia, TheJakartaPost, dan lima media lain. Ada Jaringan Indonesia untuk jurnalisme investigasi (Jaring) yang ikut mendukung.
Dilansir dari laman IndonesiaLeaks, data yang masuk ke platform ini tak akan langsung ditayangkan, tapi akan diverifikasi melalui kerja-kerja jurnalistik. IndonesiaLeaks menjanjikan laporan yang komprehensif soal skandal korupsi dan isu lain yang penting untuk diungkap.
Skandal perusakan buku merah sendiri adalah berita investigasi pertama yang mereka bikin.
Mungkinkah mengirim IndonesiaLeaks ke penjara?
Gaduhnya komentar pro dan kontra soal berita IndonesiaLeaks membuat sejumlah pihak bereaksi. Orang-orang yang tergabung dalam Sahabat untuk Informasi dan Komunikasi yang Adil (SIKA) seperti Nawawi Bahrudin dan Anggara menyebut, IndonesiaLeaks yang berasal dari unsur media jelas sulit untuk dijerat dengan UU ITE.
Nawawi yang juga menjadi Direktur Eksekutif LBH Pers berkata pada saya, dengan teknik kerjanya, mustahil media yang tergabung di IndonesiaLeaks bisa dijerat dengan UU ITE. "Makanya kami akan bantu menjelaskan ke publik soal siapa dan tujuannya (IndonesiaLeaks). Namun, imbuhnya, kita harus ingat, hukum bekerja dengan prinsip yang sangat politis. Ini tergantung dari kemauan dari pemimpin di Indonesia.
Mengamini Nawawi, Anggara dari ICJR menilai, sangat sulit untuk memidanakan media dengan UU ITE. Ia menduga, pelaporan dugaan hoaks itu justru bisa berbahaya bagi orang IndonesiaLeaks dari unsur nonmedia.
Di lain sisi, Dewan Pers berencana akan melakukan pertemuan dengan orang-orang di balik platform Indonesianleaks, dalam waktu satu atau dua pekan ke depan. Pertemuan itu akan membahas mengenai investigasi yang dilakukan Indonesialeaks terkait suap impor daging sapi itu.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan, pertemuan itu bertujuan untuk mengklarifikasi investigasi dan pemberitaan yang berawal dari Indonesialeaks. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan sebelum ada pihak-pihak yang merasa dirugikan melapor ke Dewan Pers.
“Kami ingin meminta klarifikasi itu juga bagaimana liputan itu dibuat, karena pasti kemudian pihak yang merasa dirugikan akan mengadu kepada dewan pers kan. Kami harus punya pengetahuan yang khusus,” tuturnya di Sentul, Sabtu (13/10).
Ia menambahkan, sampai saat ini memang belum ada pihak-pihak yang merasa dirugikan melapor ke Dewan Pers. Kendati demikian, Yosep mengatakan beberapa kabar mengenai adanya tekanan-tekanan terhadap para wartawan di media-media yang tergabung dalam Indonesialeaks telah didengarnya.
Sebelumnya orang-orang di balik Indonesialeaks sempat meminta pertimbangan untuk melakukan investigasi itu. Bahkan, para pengusung Indonesialeaks sempat memberitahukan perkembangan kepada Dewan Pers mengenai proses investigasi yang dilakukannya.
“Kami sampaikan bahwa sebaiknya mereka dilindungi oleh satu badan hukum dan khususnya kemudian harus ada payung. Ya kalau media-media melaporkan supaya tidak terjadi kontraproduktif, media yang tadinya mendukung untuk liputan-liputan itu kemudian menarik diri karena takut berhubungan dengan aparat,” paparnya.
Dikatakan Yosep, orang-orang di balik Indonesialeaks adalah mereka yang profesional untuk melakukan sebuah investigasi. Jam terbang yang dimiliki para pelaku investigasi pun sudah tidak diragukan lagi.
Meski demikian, ia juga tak menampik investigasi tersebut dijalankan di waktu yang kurang tepat mengingat saat ini adalah tahun politik. Beberapa pihak pun sengaja memanfaatkan hal itu untuk kepentingan politiknya.