Satu abad sejarah pers di Kalimantan Barat, bertonggak sejak 1919
Khazanah pers di Indonesia sangat luar biasa. Pers tumbuh dan berkembang di tiap daerah Nusantara. Salah satunya di Kalimantan Barat (Kalbar). Meski jarang terekspos, sejarah pers di Provinsi Seribu Sungai rupanya sudah berusia lebih dari 100 tahun.
"Sejarah pers di Kalbar, khususnya surat-surat kabar yang pernah ada, merupakan sebuah sejarah yang panjang. 19 Oktober 1919 itu tercatat surat kabar pertama yang terbit di kota Pontianak, Kalbar. Terbit awalnya bernama Borneo Barat Bergerak, sebuah majalah," kata Ade Sofyan, penulis buku Pontianak Heritage, Minggu (29/5).
Menurut Ade, selama identifikasi dan analisis, pada zaman pemerintah kolonial Hindia Belanda tercatat 17 surat kabar yang pernah terbit. Walaupun, katanya, kemungkinan besar jumlah 17 ini akan tetap bertambah. Dan sepanjang identifikasi, ada 1.077 edisi yang pernah terbit dari 17 surat kabar tersebut. Itu di rentang tahun 1919 sampai 1942, sebelum kedatangan bala tentara pendudukan Jepang di Kalbar.
Diuraikan, sebagian besar surat kabar ini diterbitkan atau berafiliasi pada perkumpulan-perkumpulan atau pergerakan-pergerakan. Misalkan, dari mereka yang tergabung dalam Sarekat Islam. Beberapa surat kabar lain dikelola oleh pemerintah Keresidenan Borneo Barat.
"Sehingga menarik juga komposisi surat-surat kabar ini, ada yang dari kepemilikan masyarakat Bumi Putera, Melayu, bekerja sama dengan masyarakat Tionghoa, juga dari orang-orang Belanda yang ada di Pontianak," cetusnya.
Kalau dilihat rentang dari 1919 sampai ke 1942, masing-masing masa sebenarnya ada dinamikanya. Jadi, kalau misalnya di awal-awal itu lebih kental pada rasa nasionalisme, antikolonialisme, maka kemudian di era 1919 sampai 1920-an itu dinamika pergantian nama surat kabar lumayan tinggi.
"Yang salah satunya mengindikasikan lebih seringnya surat-surat kabar itu dibredel oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Karena ada berita-berita yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial," ujar Ade.
Selain itu juga, ditambahkannya, banyak kolom atau bagian-bagian surat kabar yang berisi tentang perdagangan yang ada di kota Pontianak khususnya dan umumnya di Kalbar. Bahkan ada juga beberapa kolom tentang sudut kota Pontianak.
Salah satunya menceritakan kejadian tentang hilangnya sebuah sepeda di Taman Alun Kapuas. Atau berita yang berisi imbauan agar pemilik anjing mengikat binatang piaraannya itu untuk ketertiban umum. Jadi, kalau dalam konteks konten, isi beritanya itu sangat beragam, sangat menarik, dan bisa melihat bagaimana fenomena kota Pontianak di masanya.
Perkembangan Pers Kalbar di Masa Pendudukan Jepang
Hampir sama di wilayah-wilayah lain Indonesia sekarang, pendudukan bala tentara Jepang masuk ke Borneo Barat itu di tahun 1942. Ada salah satu peristiwa menarik di Pontianak yang dikenal dengan "Pengeboman Pesawat 9". Jadi, sebelum Jepang masuk, kota Pontianak dibom dua kali.
"Untuk surat kabar sendiri, nyaris tidak ada surat-surat kabar yang pernah ada itu diterbitkan pada zaman pendudukan bala tentara Jepang. Tercatat, hanya ada satu surat kabar yang pernah terbit, yaitu Borneo Shimbun," tutur Ade.
Borneo Shimbun, sebuah media propaganda dari bala tentara Jepang. Isi-isi beritanya memang lebih untuk meningkatkan semangat perjuangan Jepang. Jadi, isinya misalkan, salah satunya, bagaimana peristiwa mereka menang perang di Makao. Mereka menang perang di Siam, atau di wilayah-wilayah lain. Itu diberitakan. Untuk informasi-informasi lain itu ada, tapi proporsinya tidak sebanyak informasi propaganda mereka.
Perkembangan di Masa Revolusi Nasional
Jika beranjak ke zaman revolusi, salah satu yang mendasarinya, adalah begitu banyak tokoh cendekiawan, para jurnalis dan wartawan ada di situ. Itu banyak yang meninggal dunia. Jadi, di Kalbar dikenal adanya Peristiwa Mandor di mana hampir 21.000 para cerdik pandai mati terbunuh.
"Ini sedikit-banyak juga berpengaruh pada dinamika pers pasca-kemerdekaan," ucap Ade.
Selama identifikasi, hanya muncul beberapa surat kabar yang pernah ada di masa-masa revolusi kemerdekaan. Misalkan, di tahun 1946, pernah terbit satu surat kabar di Singkawang. Juga pernah terbit surat kabar Gempita di Pontianak. Selain dua surat kabar itu, relatif di era 1945 sampai 1949 tidak ada surat kabar yang terbit di Pontianak atau Kalbar.
Pers Kalbar di Masa Orde Lama
Setelah masa revolusi, 1945-1949, kemudian beranjak ke masa Orde Lama. Misalkan mulai dari tahun 1950, relatif banyak surat kabar yang muncul. Ada pernah muncul surat kabar Suasana, yang terbit di periode 1950 sampai 1959, yang dipimpin oleh Ibrahim Saleh.
"Ibrahim Saleh merupakan salah satu orang tua, beliau sudah almarhum, yang juga pernah menjadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pertama di Kalbar," kata Ade.
Selain surat kabar Suasana, pernah juga ada surat kabar Pembangunan, Harian Masyarakat, dan lainnya. Artinya, di zaman-zaman ini surat kabar sudah jauh lebih banyak, jauh lebih muncul, untuk pemberitaan-pemberitaan.
Pers Masa Orde Baru Hingga Kini di Kalbar
Di Orde Baru sampai sekarang, setidaknya tercatat 56 surat kabar yang pernah terbit. Dinamika pers yang kemudian memunculkan 56 surat kabar itu juga sedikit-banyak berpengaruh dalam dinamika sosial-politik yang ada di kota Pontianak, yang juga tidak terlepas dari dinamika pers di tingkat nasional.
Pembredelan pada zaman Orde Baru tidak teridentifikasi secara ekstrem. Tapi, yang menarik, perubahan-perubahan nama -- untuk tidak menyebut hidup-matinya beberapa surat kabar ini -- lebih karena alasan finansial. Alasan keberlanjutan penerbitan atau percetakan beberapa surat kabar.
Dari 56, beberapa di antaranya sampai sekarang masih ada. Untuk menyebut antara lain, Harian Akcaya, kemudian bertransformasi menjadi Pontianak Post hari ini. Equator, pada beberapa tahun belakangan itu masih ada. Harian Berkat, juga sampai sekarang masih bertahan dengan dinamika yang ada.
"Dinamika pers Kalbar ternyata luar biasa dahsyat," ungkap Ade dalam video tayangan Monumen Pers Nasional.