close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi. foto Pixabay
icon caption
ilustrasi. foto Pixabay
Media
Selasa, 04 Januari 2022 10:22

Strategi komunikasi publik untuk cegah disinformasi

Kominfo melakukan beberapa langkah untuk mengurangi atau mencegah disinformasi, yaitu edukasi atau literasi media.
swipe

Di era reformasi sekarang ini dibandingkan dengan era sebelumnya atau era Orde Baru, ada transformasi atau perubahan besar dalam komunikasi publik. Sebelumnya, di zaman Orde Baru, komunikasi publik tersentralisasi di Departemen Penerangan, tetapi sekarang di era Reformasi yang lebih demokratis komunikasi publik terdesentralisasi, terdistribusi atau terbagi-bagi, terserak di semua Kementerian, lembaga pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Ini menciptakan tantangan sendiri dalam komunikasi publik.

Hal itu disampaikan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, dalam keterangan pers di penghujung tahun.

Usman menginformasikan tentang perubahan bentuk distribusi informasi dan upaya untuk mencegah beredarnya informasi yang keliru atau disinformasi di tengah pandemi Covid19.

"Karena itu Presiden pada tahun 2000-2015 mengeluarkan Instruksi Presiden, yang menyebutkan perlunya ada semacam narasi tunggal dalam komunikasi publik pemerintah, yang Kominfo dan khususnya Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik menjadi orkestrator dalam komunikasi publik pemerintah. Tantangan itu juga yang kita hadapi dalam mengkomunikasikan kepada publik program-program penanggulangan Covid-19 melalui pemulihan kesehatan dan pemulihan ekonomi," katanya.

Dirjen IKP Kemkominfo menyebutkan bahwa disinformasi marak di media sosial dan Kominfo dalam hal ini bertugas sebagai leading sector dalam menanggulangi berbagai bias informasi. Kominfo melakukan beberapa langkah untuk mengurangi atau mencegah disinformasi, yang pertama, tentu saja edukasi atau literasi media.

"Yang kedua, kami melakukan crawling informasi-informasi negatif di media sosial atau platform digital melalui perangkat yang kita sebut AIS. Perangkat ini akan mengidentifikasi konten negatif, apakah itu pornografi, radikalisme, perjudian, ujaran kebencian, termasuk hoaks ataupun disinformasi. Yang kedua juga, ada tim yang terus memantau media sosial untuk melihat apakah Anda konten-konten negatif atau disinformasi," ujar Usman.

Dan, yang ketiga, dikatakan bahwa Kemkominfo tentu saja menerima laporan dari masyarakat bila menemukan konten-konten negatif atau disinformasi atau hoaks dan kemudian biasanya Kemkominfo akan meminta platform digital untuk men-take down bias informasi ataupun informasi hoaks itu dari platform digital mereka. "Kami punya kerjasama yang baik dengan Facebook, Google, Twitter, Tiktok, Instagram, dan platform-platform media digital lainnya," tambahnya.

Usman telah menyampaikan, Kominfo juga melakukan literasi digital. Ini adalah upaya untuk mencegah disinformasi dan mengajak masyarakat untuk mengisi ruang digital, ruang media dengan informasi-informasi yang baik. Mengajak masyarakat untuk beretika dalam menggunakan media sosial. Juga menyampaikan digital skill, bagaimana mengoperasikan secara baik teknologi digital.

"Kita juga punya materi dalam literasi komunikasi publik atau literasi digital yaitu tentang budaya berdigital yang sesuai dengan Pancasila, norma-norma adat istiadat, kearifan lokal, yang tumbuh di berbagai tempat di Indonesia. Kebangsaan keberagaman itu adalah budaya kita," pungkasnya.

img
Arpan Rachman
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan