Dewan Pers menyatakan Tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik karena tidak mengusung semangat jurnalisme.
"Itu memang bukan produk jurnalistik, karena tidak mengusung semangat jurnalisme," kata Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar dihubungi di Jakarta, Rabu (30/1).
Semangat dan prinsip jurnalisme yang diusung perusahaan pers adalah melakukan kegiatan jurnalistik yakni mencari, mengonfirmasi dan menuliskan fakta secara berimbang.
"Itu kan tidak ada konfirmasi dan beritanya bukan dari sumber pertama, dia hanya mengumpulkan comot sana, comot sini, itu bukan jurnalistik yang sesungguhnya," ucap Djauhar.
Tabloid Indonesia Barokah tak ubahnya seperti pamflet atau selebaran yang biasa ditemukan ditempel di pohon.
"Itu kan dapat dikategorikan sebagai pamflet, atau, misalnya, poster di pohon bertuliskan menguras WC, menerima penjualan rumah dan sebagainya. Jika isinya memfitnah pasti akan ada aturan hukum sendiri," kata dia.
Dewan Pers sendiri sejauh ini telah mengeluarkan rekomendasinya terkait Tabloid Indonesia Barokah kepada Bawaslu dan kepolisian.
Karena Tabloid Indonesia Barokah bukan produk jurnalistik, maka Dewan Pers menyerahkan pihak yang keberatan dengan isi tabloid itu menempuh langkah hukum lain diluar hukum pers.
Kemunculan Tabloid Indonesia Barokah, dinilai menjadi alat propaganda untuk meraup hati masyarakat dalam pemilihan umum mendatang. Akibatnya keberadaan tabloid tersebut menuai polemik di masyarakat.
Direktur New Media Watch Agus Sudibyo, menilai tabloid Indonesia Barokah merupakan suatu teknik untuk mengoceh publik. Selain itu, tabloid ini bertujuan untuk menimbulkan kegaduhan dan kontroversi di masyarakat.
“Kita dibuat fokus pada Tabloid Indonesia Barokah, sehingga kita lupa dengan aspek-aspek lain yang lebih penting dari ini,” ujar Agus dalam diskusi media ‘Tabloid Indonesia Barokah, Karya Jurnalistik atau Media Opini?’ di Hotel Peninsula, Jakarta, pada Rabu (30/1).
Tabloid tersebut bukan termasuk dari karya jurnalistik. Karena, konten yang disajikan tidak berimbang, dan cenderung menghakimi pada salah satu kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden. Selain itu, kantor, dan susunan redaksinya bersifat fiktif.
Meski demikian, konten Tabloid Indonesia Barokah tidak lebih buruk dari Obor Rakyat. Namun, keduanya melanggar etika jurnalistik, jika dikaji dengan perspektif jurnalistik.
Tabloid ini dijadikan sebuah media untuk mempertahankan keyakinan pemilih loyal pasangan calon nomor urut 01. Namun, jika tabloid ini di tujukan untuk merebut pemilih loyal Prabowo-Sandi tidak akan bisa.
Ia khawatir, timbulnya fenomena tabloid ini, dapat menimbulkan tabloid serupa yang jauh lebih buruk kontennya. Oleh karena itu, tim pemenangan pasangan calon tidak saling menuding terkait aktor pembuat Tabloid Indonesia Barokah.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute Karyono Wibowo, berpendapat Tabloid Indonesia Barokah merupakan bentuk dari kampanye negatif.
“Dalam pertarungan politik itu tidak bisa menghindari negative campaign dan positive campaign. Black campaign tidak boleh karena itu tidak berdasar data dan fakta, dapat menimbulkan degradasi sosial, keretakan sosial, karena itu mengandung unsur fitnah,” ujar Karyono di tempat yang sama.
Tabloid tersebut mempunyai fungsi untuk menyerang beberapa isu yang dialamatkan kepada pasangan calon tertentu. Selain itu, sebelum kemunculan tabloid ini, sudah timbul opini akan terbit kembali Tabloid Obor Rakyat.
“Persaman kedua tabloid itu sama-sama menjadi media propaganda, media framing, media yang di desain untuk kepentingan kotestasi politik elektoral. Momentumnya juga sama menjelang pilpres,” ucap Karyono. (ant)